Trip to Sempu Island 2010

Thursday, 9 September 2010

7.30 a.m. rombongan Surabaya berangkat dari Gereja Karangpilang dengan 3 mobil: 1 pick up dikendarai mas Indro, navigator Albert; 2 mobil dikapteni oleh Donny-navigator Ade dan mas Andri-navgator moSab. Pagi itu kami berntung, jalanan lancer, mungkin karena orang-orang sudah pada mudik Lebaran. Terbukti, pukul 7.48 kami sudah memasuki Porong, dan pukul 8.58 kami sudah menginjak Blimbing, Malang. Melalui jalur tengah, jl. Semeru, lanjut Dieng, sampailah kami di Jalan Raya Langsep 58 pada 9.30 a.m., tempat kami mengambil nasi yang sudah disiapkan oleh Ratih di Sanggar Sahabat Anak (terima kasih, bu…hehe..). Beberapa peralatan yang perlu dibawa dari sana pun dipack, termasuk pinjam sepatu yang qualified untuk tracking (ssttt, yang ga dapet dilarang iri ^0^), lalu diload ke mobil pick up. Sementara itu, mobil yang dikendarai Donny langsung melesat dan menunggu 2 mobil lain di pom bensin Bulu Lawang. Teman-teman dari Malang yang semula mau berangkat ke Sendang Biru dengan naik motor, akhirnya muat sekalagus dalam 2 mobil yang mampir ke Langsep karena muatan mobil-mobil ini masih cukup sela. Dalam perjalanan menuju tempat yang dijanjikan di spbu Bulu Lawang, dari Langsep sempat mampir di daerah Gadang untuk membeli pancing, mata pancing, dan peletnya (meskipun toh akhirnya tak terpakai); dan mampir di Turen untuk membeli kaos kaki J pada pukul 11.00. perjalanan selanjutnya cukup cepat karena kami memasang target pukul 12 harus sudah mencapai Sendang Biru. Alhasil, seorang penumpang sempat muntah-muntah dan beberapa yang lain mual-mual :P Tak sia-sia, kami mencapai Sendang Biru pada 12.40 dan membayar tiket masuk sebesar Rp. 17.000 per mobil, dan mulai unload barang dari pick up. Namun..sayang seribu sayang, ternyata hari itu penyeberangan untuk menginap ditutup, hujan yang turun terus menerus beberapa hari ini menyebabkan pihak pengelola tak mengijinkan camp di Pulau Sempu dilakukan L. Lobby-lobby pun dilakukan, hingga akhirnya kami ambil jalur lain untuk penyeberangan, yaitu melalui Tempat Pelelagan Ikan. Maka, kami load lagi barang dan diri kami ke atas bak pick up, dan menuju TPI.

TPI yang lama telah diperluas karena gunung kapur yang dulunya terhampar di belakang TPI telah habis rata dengan tanah, entah ke mana larinya semua kapur yang dieksploitasi itu hingga dalam waktu setahun bisa habis (aku ingat, 17 Agustus 2010, saat aku ke sini, gunung itu masih tersisa setinggi kira-kira 2 meter). Beberapa petak bangunan baru tampak sedang digarap, sebuah pendapa besar bercat putih dengan beberapa ruang yang mungkin merupakan kantor, dan jalanan beton selebar 10meter an di antaranya telah menggantikan tempat gunung kapur.

Proses lobby-lobby ternyata memakan waktu yang cukup lama. Kami sempat makan siang nasi bungkus dan membeli 5kg ikan segar embari menuggu proses itu. Akhirnya pukul 02.30 p.m. kami menyeberang dari TPI lama. Naik ke kapal yang kali ini jauh lebih susah daripada kalau naik lewat Sendang Biru. Kami harus turun ke dermaga apung yang terbuat dari kayu, lalu merambat melalui 3 tepian kapal lain untuk mencapai kapal yang akan mengantar kami ke Teluk Semut. Kapal putih tak beratap, dengan 4 orang anak bah kapal ini akhirnya harus sedikit berbalik untuk dapat mencapai teluk semut yang sudah mulai pasang dan dipagari dengan jarring sepangjang ceruknya. Kami benar-benar kesusahan untuk turun karena tak dapat mencapai garis pantai yang relative dangkal. Bahkan saat seorang abk turun untuk mencoba kedalaman pun, ia tenggelam, terlalu tinggi sementara karang-karang di belakang siap menyambut kaki kami kalau kami mendarat di sana. Apa boleh buat, terpaksa kami segera turun; orang dulu, baru barang-barang diranting. Beberapa teman luka-luka terkena karang saat turun tentu saja, namun pasang dan mendung seperti sudah tak tahan ingin mengejar kami. Kami segera menuju lahan pasir di Teluk Semut melewati karang-karang, jaring, dan pasir lengket. Sekarang, peralatan tempur dikeluarkan. Sepatu-sepatu andalan dipakai, jas hujan disiapkan, dan senter siap di bagian tepi ransel. Kami melaju memasuki hutan. Sempu, here we come!

Perjalanan dari Teluk Semut ke Segara Anak kali ini tak segampang biasanya. Tanah benar-benar licin sehingga kami terpeleset-peleset tak karuan, apalagi bagi teman-teman yang baru mengikuti perjalanan semacam ini, sungguh menyiksa. Sampai ¾ perjalanan, langit sudah gelap sehingga senter-senter dikeluarkan. Tepian pantai yang harus kami lewati pun semakin membikin ngeri karena lengah sedikit, kami pasti terperosok ke segara anak yang dalam. Ini juga semakin memperlambat jalan kami. Akhirnya, rombongan pertama sampai pada pukul 5.30 p.m. sedangkan rombongan terakhir sampai pada 7.23 p.m. rentang yang cukup jauh memang, meskipun sebagian rombongan depan telah membantu dengan kembali ke hutan untuk menjemput barang-barang bawaan rombongan belakang. But anyway, kami sampai!

Bermalamlah kami di Segara Anak, bukan di Pantai Panjang seperti rencana awal. 2 lafuma didirikan di sisi utara sedangkan bivak didirikan di tepi yang lebih dekat dengan tepian Segara Anak. Hanya 1 rombongan lain yang juga ngecamp di situ.

Persiapan untuk makan malam ternyata memakan waktu cukup lama. Kami harus masak nasi, mie instant, dan yang paling memakan waktu adalah memasak ikan yang tadi kami beli dari TPI. Ikan-ikan itu pada awal dibakar, dengan dilumuri bumbu garam, lada hitam, dan jeruk nipis serta bumbu tambahan saat dibakar yaitu kecap dan margarine. Lamaaa…sekali proses pembakarannya, sehingga akhirnya, sebagian digoreng dalam nesting dan sebagian sisanya dimasak kuah untuk campuran mie makan pagi besok. Sementara itu, beberapa teman sibuk mencuci baju, sepatu, dan barang yang penuh lumpur lalu menjemurnya di atas bivak. Sebagian yang lain menutup tepi bivak karena ternyata gelombang air pasang naik sampai tepi bivak. Dengan apa? Pasir, batu, ranting-ranting, dan semak-semak, sedemikian sehingga cukupkuat untuk memecah terjangan air Segara Anak.

Semua kesibukan itu membuat kami lupa hingga kami baru makan malam pukul 10.00 p.m. dengan ikan bakar dan goreng, hmmm…. Dan tidurlah kami pada 11.30 p.m. siap menyambut mimpi indah.

Friday, 10 September 2010

Sekitar 06.00 a.m. kami bangun, menikmati mentari pagi dari Segara Anak dan gigitan semut yang mulai membuat sarangnya di bawah bivak sejak semalam ketika kami tidur. Memeang semut-semut di sini terkenal ganasnya, bikin para pecinta alam yang nge camp nggak kuku..hihihi..

Sebagian teman melanjutkan acara mencuci dan menjemur baju dan sepatu di karang-karang, sebagian memanjat naik sampai sisi atas karang bolong, sebagian memasak untuk makan pagi. Menu pagi ini: nasi, mie instant, tumis sawi putih-sosis, dan ikan sisa semalam. Chef yenni & elya yang memotorinya, ga rugi ngajak oma dan bulik ini, hahaha…

Usai makan, kami packing untuk perjalanan selanjutnya, menuju Pantai panjang, target yang seharusnya kami capai kemarin. Romo Sabas & Andre sudah mensurvey jalan ke sana tadi, jadi kami aman.. ga bakal kesasar. Foto bersama sebentar (meski dapat bonus tersambar ombak yang ingin ikutan sehingga sepatu kami basah lagi).

9.30 kami take off dari Segara Anak.

Melewati sebagian jalan merapat tebing Segara Anak yang kami lalui semalam, lalu memilih tikungan ke kanan, kami masuk ke hutan menanjak, kemudian menurun lewat sisi batu karang besar dan menyambut indahnya Pantai Kembar 1 pada 10.11 a.m. yang ombaknya menderu lalu sedikit menyusur tei pantai dan lewat balik karang ke Pantai Kembar 2 pada 10.30. Di situ kami istirahat sebentar, beberapa mengambil foto dengan duduk pada pohon yang menjorok ke tepian air. Air yang dibawa dari Patok 13 dibagi-bagi untuk bekal ke Pantai Panjang yang harus sedikit memerlukan perjuangan.

Benar saja, kami naik lewat jalan tanah di balik karang, melewati karang besar di kiri yang nampak sisa-sisa bekas kemah dan kerang (di sinilah seharusnya kami membuka camp pada malam pertama), lalu harus menuruni tebing yang kemiringannya 90o. Teman-teman yang sudah senior turun lebih dulu, mengoper barang-barang, lalu memasang webbing dan membantu teman-teman yang lebih amatir untuk turun. Tangga kayu yang dulu dipakai untuk turun nampaknya sudah sedikit rpuh, jadi kami tak menggunakannya dan memilih merambat karang dan berpegang pada webbing sebagai cadangan saat tak ada cekungan karang. Akhirnya, semua rombongan sampai pada 11.20. Tak lama kami duduk di Pantai Panjang, sebagian sempat berfoto di celah karang yang membentuk lorong di kanan pantai itu lalu segera menysul rombongan depan yang masih menyusur tepi pantai dan menemukan pantai yang tertutup karang besar seperti di Bale Kambang, Malang Selatan, sehingga nampak pasir putih dan pohon-poon teduh di baliknya. Orang-orang menyebut pantai ini Pantai Pasir Putih, akhir dari Pantai Panjang. Waktu menunjukkan pukul 11.30, terletak 4m dpl, 08.458500 Lintang Selatan, 112.696750 Bujur Timur.

Tak jauh dari pantai ini, kami bisa menemukan sumber air tawar berupa sumur, yang karena hujan tak henti-henti belakangan ini meluap hingga ke jalan-jalan setapak sekitarnya dan ke balik karang. Daun-daun kering yang membusuk karena terendam air membuat air berbau tak enak, maka kami mengambil air dari balik karang, yang lebih jernih, lalu menyaringnya dengan kapas supaya jentik-jentik yang ada tak ikut terminum :P

12.40 kami berangkat dari Pantai Pasir Putih menuju Telaga Sat lalu Telaga Lele untuk nge camp di sana. Kami menyusur jalan berrumput pendek, lalu menyusur tepi pantai masih dengan rumput rendahnya, dan mulai menanjak hingga tiba di tepi tebing lagi yang siku-siku (lagi) dan lagi-lagi webbing dikeluarkan. Pukul 1.15 p.m. para jagoan naik meletakkan barang-barang, memasang webbing, berjaga di sepanjang tepi tebing, mulai mengoper barang-barang yang lain, lalu mengoper orang-orang :P waktu menunjukkan pukul 1.30 p.m. Dan kami tiba di atas dengan selamat! Yippy..istirahat sebentar..

Hutan tempat kami instirahat ini ternyata tak besar, karena tak berapa lama setelah kami berjalan, rombongan depan mulai berteriak minta operan webbing..lagi-lagi tebing, hahahha…

Sementara menunggu webbing disiapkan, seorang teman melihat ada atraksi seru di dekat pohon pandan-pandanan di sisi kiri jalan setapak tepi tebing kami. Seekor ular coklat bergaris kuning sepanjang 1 meteran sedang bergulat saling memangsa dengan seekor katak yang lebih besar darinya. Seru namun tegang karena sebagian teman takut ular, apalagi rombongan yang sedang menunggu webbing di bawah pertandingan seru ini terjadi kebanyakan cewek, wah… Akhirnya, turunlah seorang jagoan dari Lembata, yang meskipun takut ular, tapi masih bisa memaki-maki sambil membawa parangnya dan melempar kedua makhluk ini dengan potongan kayu sehingga pestanya bubarr… Si ular lari ke atas, masuk di antara sela-sela akar pohon sedangkan sang katak melompat ke bawah. Drama seru ini menyisakan sedikit ketakutan bagi bberapa rombongan yang tersisa di atas. Akibatnya, saat turun, kami tak berpegang pada sisi kiri tebing, takut kalau-kalau si ular tiba-tiba muncul lagi.

Sampai di sisi bawah tebing ternyata berupa hamparan rumput. Kami menggulung webbing lalu menyusur kembali hutan menuju Telaga Sat, mengikuti tali raffia merah yang dibuat oleh petugas. Sebagian jalanan becek, dan beberapa parit terbentuk dengan air setinggi paha. Namun itu belum seberapa. Saat romo ‘kebablas’ lebih dari raffia sehingga harus kembali dan menyusur tepi raffia lagi, ternyata kami dihadapkan pada Telaga Sat yang penuh berisi air, sepaha atas hampir sepinggang pada tepi sisi yang terdekat dengan daratan seberang. Romo mulai bingung, berusaha mencarikan alternative jalur untuk kami. Maka Bram dan Albert mendahului merambah tepi kanan dan ternyata jauh lebih dalam, hingga sedada, wowww… Kami yang sudah balik kanan, kembali balik kanan lagi dan menyusur jalur semula-lebih baik sepinggang daripada sedada- bisa sengsara memikul barang-barang..

Tiba di daratan dengan basah kuyup, kami mendaki jalanan sepanjang tepi telaga, menuju arah utara, lalu masuk ke genangan air lagi, keluar sedikit, masuk lagi, dan terakhir..kami tersesat.. untung sudah keluar dari genangan air. Romo Sabas mendahului mencari jalur ke arah utara, lalu berbalik ke selatan karena tak menemukan tali raffia merah (ada, tapi arahnya ke kanan, yang artinya kembali ke jalur semula). Sedangkan Bram, Albert, dan Donny, yang membawa beban-beban berat (apalagi setelah tercelup air saat mencari jalan tadi) ternyata sudah berada jauh di utara.

5 minutes after that..mas andri baru inget kalau dia bawa GPS yang bisa dimanfaatkan, dan karena HT kami tertinggal di mobil, maka kami hanya bisa berteriak-teriak meminta rombongan di utara dan Romo-Lian-Andre yang ke selatan untuk kembali, namun percuma.. Hingga langit gelap, kami masih menunggu di tepi genangan air. Cacing-cacing di perut kami mulai meminta jatah, begitupun nyamuk-nyamuk yang nampaknya baru bangun tidur. Gelap dan mendung.

5.30 p.m. Romo, Lian, dan Andre kembali. Mereka sudah menemukan Telaga Lele, tapi jauh sekitar 2 jam dari sini. Sementara Albert dan Brams yakin jalur utara yang tadi sempat dilalui benar karena mereka ingat pernah mengabadikan moment saat perjalanan ke Sempu tahun lalu. Akhirnya, dualisme ini membuat kami bermalam sekitar 10 m di atas tempat kering ini, untuk baru memutuskan langkah esok pagi, setelah survey ulang ke 2 arah.

7.00 p.m., sebuah lafuma kuning didirikan, menyusul bivak. Masakan disiapkan, dan gerimis mulai turun. Maka sebuah lafuma lagi dibuka. Carier dan daypack dimasukkan ke dalam tenda, dan matras digelar. Tepat ketika makanan telah siap, sekitar 8 p.m., hujan turun dan banjir naiklah… (ayo menyanyi..). Bivak kami ternyata dibangun di atas jalan air sehingga tak pelak lagi, semua terendam. Maka, malam itu kami tak jadi makan malah kerja bakti membuat parit dan mengeluarkan air dari bawah bivak supaya bisa diduduki dan dipakai tidur. Alhasil, pukul 9.30 p.m. kami baru bisa duduk melingkar bersama-sama makan. Namun, makanan ini sungguh indah dalam kebersamaan, terima kasih Tuhan.. dan kami terlelap dalam posisi bagai ikan teri di dalam bivak.

Saturday, 11 September 2010

Kami bangun cukup pagi. Bagaimanapun, tidur tanpa gerak di dalam bivak tak bisa menahan tubuh kami lebih lama terbaring. Kami mulai masak, mencuci benda-benda yang kotor di sungai kecil di belakang tenda, lalu menunggu 2 rombongan yang masing-masing survey ke arah utara dan selatan. Sekitar 8 a.m. Bram dan Albert sudah kembali dari survey ke arah utara dan telah menemukan Telaga Lele, sedangkan Romo dan Andre belum juga kembali. Kami khawatir, jangan-jangan Romo malah makin tersesat. Kami akhirnya mulai melipat tenda dan menata beberapa barang sambil menunggu. Sekitar pukul 10 baru nampak Romo dan Andre berjalan menuju kemah. Andre nampak sumringah, dan ternyata mereka bukannya menemukan Telaga Lele, malah menemukan Pantai, tepat seperti dugaan kami ketika melihat GPS. Pantai itu ternyata bernama Serguk, sempat beberapa foto diambil di sana oleh Andre, yang lalu dengan bangga memamerkannya kepada kami yang sedari tadi menunggu dengan cemas, dasarr…

11.21 setelah makan pagi dan packing, baru kami bersiap berangkat. Lagi-lagi, Mas Andri terlambat, menawarkan teropong yang ternyata dia bawa, setelah semua survey dilakukan, hahaha… Tak mengapa, semua penat terlupakan karena pagi itu makan kami sangat istimewa: nasi, kornet-telur, sarden, dan semangkuk cocktail (gila kan, di hutan bisa makan mewah gini? Hihi…).

Perjalanan kami lalui dengan semangat, melalui Telaga Ulo, tempat konservasi ular yang juga terendam banjir (namun tak menyusur tengahnya tentu saja, kali ini hanya menyisir tepiannya), melalui hutan rapat sehingga kami harus menebas beberapa dahan yang mengganggu jalan, lalu sampailah kami di Telaga Lele, tempat di mana seharusnya kami menginap semalam, namun ternyata terendam air juga. Untung kami tersesat sehingga tak jadi bermalam di sini, hehehe… Waktu menunjukkan pukul 12.05, 08.443690 LS, 112.704150 BT, elevasi 1665m. Kami berhenti hanya sebentar karena pemandangan ini tak bagus lagi, dan kami terjepit di antara perdu yang banyak ditinggali ular dan babi hutan.

12.15 kami meninggalkan Telaga Lele lalu menyusuri jalan setapak yang ternyata sepanjang jalanannya telah ditanami batu-batu kapur sehingga tidak licin dan air bisa lewat sisi tepinya yang sengaja dibuat lebih rendah untuk jalan air. Tentu saja perjalanan ini menjadi perjalanan termudah setelah track kami yang kemarin-kemarin, bonuss… Maka kami tiba dengan selamat di Teluk Waru-waru pada 2.45 p.m. Seperti orang udik turun dari gunung, kami pun silau melihat para wisatawan yang bermain air di teluk ini. Baju mereka jauh lebih bagus daripada kostum kotor dan kumal kami yang tak mandi 3 hari ini, hahaha… Setengah jam berikutnya, kami sudah menginjak Tempat Pelelangan Ikan, tanah Pulau Jawa! Akhirnya..kami pulang dengan selamat ke tanah Jawa, meski sempat hilang di hutan J Terima kasih, Pak Edi, kapten perahu kecil yang telah membawa kami ke Jawa. Kami menurunkan barang-barang, baru orang-orang. Kali ini jauh lebih mudah daripada ketika berangkat, meskipun perahu hanya setengah dari besar perahu ketika berangkat.

Karena sebentar lagi kami akan naik moil dan kostum kami masih kotor plus basah, maka waktu yang terluang sembari menunggu pick up dan mobil diambil dari rumah Pak Taksin, kami berganti kostum ala kadarnya asal bersih. Lalu loading dan berangkat pukul 4 p.m. dari TPI. Selamat tinggal Sempu..

Our next destination is Raya Langsep 58, Malang, di mana lagi-lagi Ratih sudah menyiapkan berbungkus-bungkus nasi padang untuk santap malam kami. Kami tiba di sana sekitar pukul 6. Sebagian mandi, sebagian makan, sebagian tidur, dan sebagian asyik di depan computer untuk saling tukar foto-foto yang sempat diambil. Pukul 8.27 p.m. kami meninggalkan SSA. See u next time, friends….

Comments