aku cinta indonesia (3)


It’s been so long since I write down the first part of my article “Aku Cinta Indonesia” in this blog. I plan for 3 parts of this topic by breaking it down into a structure that I forget now :D
So, here I start to remind myself about the sequels of that part.
Part 2:
Danau Segara Anak, Rinjani Mount
Banyak hal indah di Indonesia yang tak bisa digantikan atau ditemukan di bagian lain di dunia ini. Aku sudah pernah mencicipi alam negeri tetangga dekat ataupun jauh. Yang dekat tak seberapa bagus pemandangan aslinya, tak seberapa banyak keanekaragaman hayati-nya, begitu dalam pelajaran biologi dahulu aku belajar, namun mereka mengelola dan menyajikannya secara apik, mudah diakses, dan terjaga keteraturannya. Ini point bagus yang harus kita catat. Negara tetangga jauh, keanekaragaman hayatinya mungkin banyak, pemandangan bagus, tapi gunung-gunung itu tetap terbatas, tak bisa dijangkau dengan peralatan sedehana seperti yang dengan mudah bisa kita akses di Indonesia. Tak banyak yang bisa dijual sebenarnya, karena pantai juga Indonesia tak kalah bagus, dan yang pasti, jumlahnya sangat jauh lebih banyak daripada Negara tetangga jauh yang kecil ini. Namun, di sini kesejahteraan masyarakat jauh di atas kesejahteraan masyarakat Indonesia, padahal dari sisi SDM juga Indonesia masih menang pintar, itu kata adikku yang sudah pengalaman berinteraksi dengan penduduk local pulau ini. Jadi, point kemenangannya apa? Bargaining position. Ya, di sini, bargaining position yang pemerintah terhadap calon investor luar sangat tinggi, sehingga sangat melindungi posisi penduduk local. Ini point besar, yang masih sangat susah untuk diterapkan di Indonesia.

Oke, sekarang kita kembali ke Indonesia. How do I miss this country… I do miss the mountain and the beach, I think… and the history of architectures here.
Ingin sekali mempromosikan keindahan Indonesia, terutama kepada traveller Indonesia sendiri, yang seringnya malah jalan-jalan ke Negara tetangga, dengan atau tanpa promo tiket murah. Padahal, itu berarti kita menyumbangkan rupiah kita ke devisa Negara tetangga. Bukannya enggak boleh, sih, tapi kalau Cuma buat lihat keindahan alam atau wisata, Indonesia jauhhhh…lebih indah.
Sempat terpikir untuk bikin blog khusus destinasi wisata local yang keren abis dan jalur untuk bisa nyampe ke sana. Sampai saat ini juga masih pengen. Tapi, wait..tunggu dulu.. Berita baru-baru ini mengecewakan banget. Sebenarnya juga nggak baru-baru amat. Beritanya sudah jadi keprihatinan yang sangat ketika sampai pada status darurat ekosistem, wow… Ini sempu, saudara, yang banyak orang bilang paradise island di selatan Malang. Salah satu yang sudah sampai titik klimaks tingkat kejenuhan akan ulah menjengkelkan traveller Indonesia (local). Ini sangat menyedihkan bagi aku, sungguh..
Pemandangan sampah sebenarnya sangat parah, tak hanya di cagar alam, yang lama-lama beralih fungsi menjadi objek wisata selfie, dari kota hingga desa. What a bad..thing.. Tau apa yang ada dalam pikiranku? Yap, kesadaran. Ini hal kecil, kecil banget, yang harusnya sudah tuntas diajarkan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sejak dini, sejak TK atau lebih kecil lagi.
Percaya nggak, bahkan di gunung bisa banjir, saudara. Gila kan? Padahal dulu jaman kuliah aku
sampah di puncak B29, di sepanjang tepi jurang :(
dan teman-teman sempat nyeletuk asal soal ini: kalau Malang banjir, karena Malang notabene lebih tinggi daripada Surabaya, jelas Surabaya tenggelam. Eh, sekarang jadi kenyataan. Pasalnya sederhana, sampah di jalanan. Tahu di mana aku lihat ini? Di dataran tinggi 2900mdpl di Lumajang, B29. Sampah berjejal di tepi jalan tanah sejak pos perijinan hingga puncak B29. Menyedihkan. Dan saat hujan turun, jalan utama mulai jadi jalan air, banjir, karena jalan air di sisi tepi kiri kanan jalan utama dijadikan tempat sampah. Nggak usah jauh-jauh pendatang, bahkan pemilik warung yang berjualan di pos perijinan juga menyapu terasnya dengan sampah bungkus mie instant dan bungkus lain, lalu mengakhirinya di selokan tepi jalan utama. Owww…
see? Sampah di sepanjang tepian, di sisi belakang warung :(
Terus gue harus bilang “Wow” gitu? Ya, wow..  Terus gimana bisa mereka melarang para traveller pendatang untuk buang sampah sembarangan kalau mereka saja melakukan hal itu?
Banyak orang berpikir, “Ah, Cuma sampah bungkus permen aja kok, masa sampai bikin banjir?!” Itu kan 1 orang, lah kalau lainnya juga mikir gitu gimana? Aku mau bilang ini sejak dulu, integritas bukan soal banyak atau sedikitnya apa yang kita lakukan tapi soal seberapa konsisten dan konsekuen kita dalam melaksanakan dan mewujudnyatakan dalam perbuatan sehari-hari tentang apa yang ada dalam idealism kita. Kalau dalam kitab suci, tertulis “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar”. Itulah integritas. Sama seperti kalau kita mengambil sedikit uang Negara, sama saja dengan koruptor. Kita koruptor kecil, mereka yang tertangkap KPK koruptor besar. Apa sama dosa yang melakukan kesalahan kecil dengan yang melakukan kesalahan besar? Maaf, dosa bukan urusan saya, kawan..itu urusan yang di Atas; tapi yang pasti kita bukan lagi orang ber-integritas lagi saat kita ingkar pada perkara-perkara kecil.
Ini point besar tentang bargaining position yang aku bicarakan di atas, integritas. Ya, para orang besar kita kurang berintegritas jelas. Tarik ulur soal investasi dan aturan mainnya, tapi apakah lantas berhenti di situ? Sering kita mendengar, daripada menyalahkan kegelapan, lebih baik menyalakan lilin. That's right! Lilin, kawan, bukan api unggun. Kecil saja cukup, asal tidak lagi gelap. Lilin kecil tetap bisa membantu kita berjalan walau dalam kegelapan. Atau mungkin kalau kita mau berkilah: lilin bisa habis karena meleleh, oke.. baiklah kita memilih menjadi senter, kalau habis bisa di charge lagi, deal? 

Jadinya gimana nih? Ya promosiin Indonesia, man.. tapi pakai pendahuluan dulu, yaitu
Danau segara anak, Rinjani
menanamkan kesadaran. Penanaman kesadaran bisa dimulai kapan saja, di mana saja, dan kepada siapa saja. Pernah suatu kali, saya beli nasi goreng ke Bapak yang jual nasgor pakai gerobak dorong, dan dia buang sampahnya di selokan kecil belakang gerobak; saya tanya donk.. "Selokannya nggak ngalir, Pak?", "Nggak, mbak, sudah lama buntu", "Lah gitu itu kalau dibuangin sampah, terus yang bersihin siapa, Pak?" hening.. biarlah dikatakan salah ambil topik atau salah tempat ngobrol, yang penting, aku berusaha untuk membawa kesadaran dan cepat atau lambat, sedikit atau banyak, Bapak tersebut akan berpikir tentang apa yang aku katakan. 


Jadi..(lagi) mari menanamkan kesadaran dan mengiklankan betapa indahnya Indonesia :)




Comments