Belajar dari Mendengarkan

Sebuah pembelajaran diawali dengan mendengarkan.
Bacaan 2 minggu yang lalu, orang tuli disembuhkan. Orang tuli tersebut tidak bisa berbicara karena belum pernah bisa mendengarkan, ia bisa berbicara setelah BELAJAR MENDENGARKAN perkataan orang lain.


Mungkin sebenarnya, orang tuli tersebut bukan tidak bisa berbicara sama sekali. Saya yakin, ia pernah berbicara, namun bicaranya tidak dapat dimengerti oleh orang lain. Itu artinya, ada komunikasi tapi sepihak. Dalam sebuah hubungan / relasi antar makhluk hidup, komunikasi memang perlu 2 arah, kalau komunikasi 1 arah namanya bukan komunikasi tetapi INSTRUKSI, PERINTAH. Saya rasa, kalau instruksi atau perintah itu bukan relasi yang duduk sama tinggi ya, kawan, tapi superior-inferior, bawahan-atasan, bukan teamwork yang sehat; tidak sehat karena salah satu pihak kemudian menjadi DIKTATOR bagi yang lain.

Coba kita lihat lagi, kawan, sistem diktator tak pernah menghasilkan sesuatu yang baik. Indonesia sudah cukup mengalami 32tahun masa diktator dengan hasil banyaknya para aktifis yang tiba-tiba menghilang, meskipun bagi beberapa pihak yang tak melihat sampai kedalaman tampak aman-aman saja. Diktatorisme membawa korban, kawan. Don't you see it?
Kini, kalau masih ada Salilm Kancil, yang juga salah satu korban dari diktatorisme pihak-pihak tertentu, saya merasa sangat sedih. Saya katakan, kita sedang mengalami DEKADENSI, kawan :(


So, stop maen diktator-diktator-an, kita main detektif-detektif-an aja yaa... kayak serial Hawkeye jaman SD dulu, atau Conan Edogawa jaman kuliah ;)
Detektif jadi menemukan solusi karena mendengarkan, karena mengamati, karena memperhatikan semua pihak dan keadaan sekitar; bukan karena mendikte.
Haiyooo.. dibuka lagi mata dan telinganya, terutama hatinya.. :)
Buka juga comic-comic & buku-buku lawasnya, heheheee...

Comments