Gunung Tanggung biasa juga disebut Gunung Mbah Wali oleh penduduk setempat. Mengapa? Karena memang ada makam di puncak gunung ini, yang oleh penduduk setempat dipercaya sebagai wali. Wali yang dimaksud adalah tokoh yang berpengaruh dalam penyebarang agama Islam. Ada 2 makam di gunung ini, yang 1 di puncak, sedangkan yang 1 lagi di area sebelum puncak.
Sebenarnya untuk disebut gunung juga mungkin tanggung, ya.. belum cukup tinggi gitu, makanya namanya pun jujur banget: Gunung Tanggung :D Sebagai salah 1 dari sekian puncak di jajaran pegunungan Bromo Tengger Semeru -meskipun tidak masuk dalam kawasan TNBTS- Gunung Tanggung bukan merupakan puncak tertinggi. Ada beberapa puncak lain yang lebih tinggi. Semua puncak terletak dalam punggungan naga area pegunungan ini.
Pendakian Gunung Tanggung sendiri dimulai dari desa Tutur, Kecamatan Nongkojajar, Pasuruan. Basecamp pendakiannya sudah masuk di gmaps, kok. Mau naik mobil ataupun motor, bisa sampai di pos perijinannya. Kita juga bisa parkir di sini langsung, lalu mengisi buku pendaftaran dan ongkos parkir saja, dihitung per kendaraan. Kalau mau camp, silakan packing ulang di sini, tempatnya enak kok, dan Ibu-Bapak yang rumahnya dijadikan tempat parkir juga sangat ramah. Ada warung di rumah ini, dan kita bisa pesan minuman atau makanan. Kalau mau lihat sapi-sapi perah bisa juga, rata-rata penduduk desa ini adalah peternak sapi perah. KUD di sini menerima susu segar hasil perahan setian sore, dan sebelum susu tersebut dingin, sudah harus diterima oleh KUD untuk diolah lebih lanjut. Mau pesan susu sapi segar juga bisa bangett..
Kembali ke pendakian.. Trekking kita dimulai dari rumah tempat parkir ini. Jalan naik sekitar 400 m, lalu belok kiri di tanda yang dipasang di samping warung di antara rumah warga. Dari sini, jalan semen baru berubah menjadi jalan tanah setapak.
Ikuti arah panah saja, maka sekitar 30 menit (jika keril full) kita akan sampai di pancuran. Oiya, sebelum sampai pancuran, kita bisa mampir di warung-warung ini, tapi hanya buka siang hari ya..
Untuk pancurannya, diambil langsung dari sumber, sehingga airnya jernih & sangat segar. Rencananya, di depan pancuran akan dibangun 2 buah toilet dengan sebuah tandon air.
Malam itu, saat kami tiba di pancuran, air tak mengalir setetes pun. Kami langsung lemas, karena bekal air kami terbatas, dengan perhitungan akan ambil air di pancuran sini. Eh, ternyata mati.. Lemas lah kami.. Ditambah kabut yang makin pekat mengitari jalur sehingga jarak pandang kami malam itu hanya sekitar 5 meter ke depan.
Maka setelah mencari tempat untuk membuka tenda dan tenda berdiri, kami memasak yang penting-penting saja demi menghemat air. Tak disangka-sangka, seorang bapak muncul di tenda kami dan meminjam senter, ternyata untuk membetulkan saluran air yang rusak. Seorang teman kami ikut ke sana karena ingin tau lokasi sumbernya. Tak lama, 2 orang bapak lagi menyambangi tenda kami untuk menanyakan arah perginya bapak pertama.
Maka setelah mencari tempat untuk membuka tenda dan tenda berdiri, kami memasak yang penting-penting saja demi menghemat air. Tak disangka-sangka, seorang bapak muncul di tenda kami dan meminjam senter, ternyata untuk membetulkan saluran air yang rusak. Seorang teman kami ikut ke sana karena ingin tau lokasi sumbernya. Tak lama, 2 orang bapak lagi menyambangi tenda kami untuk menanyakan arah perginya bapak pertama.
Sekitar 45 menit kemudian, kedua bapak tadi kembali. Tak lama, teman kami juga kembali, membawa 2 botol air. Wowww... kami senang sekali dapat tambahan air sekian banyak (bagi kami yang habis shock karena air terbatas, jumlah itu tergolong banyak). Beberapa menit kemudian, bapak pertama muncul juga dengan kabar bahwa pancuran sudah bisa beroperasi lagi. Wahhh.. terima kasih bapak-bapak yang sangat gercep.
Malam itu kami menikmati pemandangan lampu kota di bawah sana dari depan tenda, sedangkan view Milky Way harus pending karena kabut -meskipun tak sepekat tadi lagi- dan mendung masih menggantung.
Esok paginya, kami memasak dulu lalu menyiapkan bekal sepertunya untuk summit.
Jalan menuju puncak tentu saja mendaki terus, cukup kejam sih.. dan melewati percabangan dengan sumber air.
Di atas jalur melipir-melipir tebing gunung ini, kami tiba di dataran seperti ini. View Bukit Suwati dan bukit-bukit lain sepanjang punggungan ini terlihat jelas, juga pemandangan kota di bawah. Oiya, di sini kita juga bertemu dengan trekking dari jalur parkiran besar bersama Bukit Suwati.
Setelah naik lagi, kita akan bertemu petilasan pertama: makam Mbah Wali Besi Endang Sari. Dari sini, bendera puncak sudah kelihatan.
Total 25 menit trekking dari camp kami di atas pancuran sampai ke puncak, sudah termasuk berhenti untuk foto-fotonya.
Untuk camp area, bisa di bawah dari puncak/ Jadi turun sedikit ke arah kanan jalur pendakian. bisa 3 tenda di sini, tidak cukup banyak karena memang sudah masuk punggungan.
Oiya, saranku.. kalau main ke Gunung Tanggung sini, sekalian aja main ke Bukit Suwati. Nggak jauh kok dari Gunung Tanggung. Tulisan tentang Bukit Suwati tunggu pada postingan berikutnya yaa ^__^
Comments
Post a Comment
Please enter ur comment here...-.~