Rinjani Trip - part 3



Thursday, 01 September 2011
Mengintip di tepi danau
Pukul 7, yah kisaran itu lah. Membuka tenda dan terbelalak: di depan tenda kami, hanya berjarak 2meter, air danau menggenang. What a…. jadi, romo nggak bohong soal posisi tenda kami, hanya saja, kami tak menyangka segini dekatnya, hahahaha.. mulailah aktifitas menghangatkan tangan di perapian, dan karena masih ada teman di dalam tenda yang tidur, maka kami pun berkeliling mencari perapian sambil mencari-cari anjing yang tadi pagi setengah nyawa di dalam tenda kami dengar lolongannya, eh malah dapat monyet-monyet yang bergelayut senang pada dahan-dahan, halah... Romo yang ribut sedari tadi pagi sedang memasang pancingnya, menguji keberuntungan. Para porter sudah membuat perapian dan memasak nasi. Beberapa tenda menyalakan kompor di depan tenda dan menjerang air, untuk the atau kopi, asyikk.. bisa minta, hahaha… Pengumuman pagi itu, seperti kebiasaan kami setiap mendaki gunung bersama: misa bersama. Kali ini, misa akan diadakan di tepi danau ini dengan dua selebran sekaligus: Romo Sabas dan Romo Yitno. Misa akan diadakan pukul 08.00. siap, mo!
Mandi ramai-ramai di sumber air panas
Ternyata, pukul 08.00 tiba dengan begitu cepat. Kami bahkan belum sempat mengunjungi sumber air panas yang legendaris itu, baru masak nasi, mie, lauk, dan susu, hehe. Hampir pukul 8 waktu itu, kami berlari naik, mendaki bukit di balik batu besar, berangkat mandi. Dari puncak bukit batu, kami melihat dengan takjub 4 kubangan air panas berwwarna hijau yang mengepulkan asap. Wahh… banyak juga yang mandi di sana. Di sisi lebih jauh lagi, kami melihat sungai dengan air warna hijau juga, tapi entah mengalir ke mana. Kata orang-orang, sumber air panas di sekitar danau ada lebih dari 1 tempat. Jadi ya mungkin saja sungai itu mengalir ke sana. Katanya lagi, sekitar 10 menit dari sumber air panas ini, ada sumber air tawar untuk kami bisa minum, dari sanalah para porter mengambilkan air untuk kami. Oke, dari puncak bukit, kami turun perlahan, lalu  menyabot beberapa perlengkapan dari teman-teman yang sudah akan naik, karena ternyata perlengkapan yang kami bawa tak lengkap, hahaha…
Narsis massal ^o^
Air panas di sini bermacam-macam suhunya. Kubangan yang paling dekat batu besar adalah yang paling tinggi suhunya (saking panasnya sampai ada teman yang membawa telur ke sana untuk memasaknya dalam air panas :P ), berurutan kubangan-kubangan lain di sampingnya yang lebih kecil. Kubangan yang paling pas untuk mandi adalah kubangan paling pinggir dan kubangan kedua dari pinggir. Di tiap-tiap kubangan, disediakan pancuran bamboo dari kubangan atasnya, jadi kami bisa meletakkan punggung di bawah pancuran yang hangat. Benar-benar surga bagi kami yang sudah beberapa hari hanya berhadapan dengan pohon, batu, dan debu. Lupa waktu, kami baru kembali 1 jam kemudian.

Menyusur tepi danau, di sisi balik perkemahan 
Di perkemahan, misa belum jadi diadakan, ditunda hingga pukul 09.00, tapi toh tak jadi juga. Romo mutung, peserta pada menghilang, entah ke sumber air panas, entah masak-masak, entah makan-makan, entah foto-foto, entah ke mana lagi. Maaf… hehehe… habis, alam ini begitu menggoda, tak mampu kami menolak pesonanya.

jalur berbatu-batu: climbing!
Target berangkat ke Pelawangan Senaru pukul 10.00 pun molor. Pakai acara photo session segala, sampai akhirnya pukul 12.00 kami baru berangkat dari Segara Anak ke Plawangan Senaru. Beberapa teman memutuskan untuk tinggal lebih lama, semalam lagi di danau, dengan sebuah tenda. Perjalanan kami diawali dengan menyusur tepian danau hingga tiba di sisi hadapan camping ground, melewati sedikit hamparan rumput dan bunga-bunga cantiknya, ambil foto sejenak, lalu menghadapi kenyataan: tanjakan! Hahaha… meski tanjakan ini berada dalam suasana hutan dengan vegetasi yang lengkap, namun tanjakan tetaplah tanjakan, kami ngos-ngosan. Beberapa pohon besar tumbang, menyisakan tempat yang agak luang untuk sekedar duduk dalam rombongan. Sekitar pukul 14, kami beristirahat di pelataran yang agak lebar untuk setengah dari rombongan, mengeluarkan persediaan air dan makanan kecil –karena cacing-cacing sudah menuntut jatah lagi- sambil ngobrol-ngobrol ngalor-ngidul. Beberapa orang dalam beberapa rombongan turun dari batu-batuan di depan kami, jalur yang menanti kami lalui nanti. Ada sebuah rombongan yang turun dari Pos 3 Senaru hingga tiba ke pelataran ini hanya untuk mencari air, ya ampunn.. jauh sekali. Padahal air baru bisa ditemukan di belakang sumber air panas tempat kami mandi tadi. Setengah jam duduk membuat kami takut bakal susah untuk mulai berjalan lagi, maka kami mulai bergerak, merapat di antara batu-batu yang menghampar. Tanjakan yang lebih menanjak daripada tadi. Ternyata, jalur ini menyusur tepi atas danau. Di beberapa titik, kami bisa melihat seluruh danau dan Gunung Baru Jari di tepi kirinya. Beberapa jalur diberi pegangan besi, yang tak bisa dibilang kokoh, dan rambu Tanah Mudah Longsor. Maka kali ini, kami merapat ke sisi kanan. Dominasi tanah dan batu-batu pada tanjakan, yang membuat kami merayap di atas batuannya. Sempat ada tanah lapang yang cukup untuk mendirikan sebuah tenda, tapi ternyata ini bukan puncaknya, kami masih harus turun dan naik lagi. Kali ini medan benar-benar ekstrim. Jalur ke Pelawangan Senaru ini bukan hanya mendaki, tapi climbing - seperti deret batuan di Pulau Sempu kalau Anda pernah menempuh jalur Pantai Panjang dan Tebing Syaitonirojin, tentu saja, terlebih pada rentetan batu terakhir sebelum tiba di Plawangan Senaru, Anda harus memeluknya erat dan berjongkok jika tak mau terantuk batu dan tangga di atasnya. Selamat! Akhirnya, pada pukul 16.45 kami tiba di Pelawangan Senaru dengan pemandangan sunsetnya yang memukau. Teman-teman yang lain baru tiba tepat saat sunset. Banyak sekali wisatawan manca yang menginap di sana, dengan porter masing-masing.
Sunset di Plawangan Senaru
Turun dari Plawangan Senaru, kami juga harus melalui batu-batu terjal, cukup merepotkan untuk mengatur langkahnya. Pukul 17.15 waktu itu, saya sampai Pondok Peristirahatan di bawah Plawangan Senaru. Masih juga banyak turis manca yang menginap dan sedang menyaksikan sunset sementara para porter memasak. Di bawahnya, saya turun melalui jalur pasir yang bisa dipakai seluncuran, namun dalam kesendirian cukup menakutkan. Maka saya segera mencari barengan, berteriak kepada beberapa teman di depan untuk sedikit bersabar. Untunglah mereka mendengar. Pukul 18.15 waktu itu, kami berkumpul di bawah pohon cemara, mengeluarkan semua senter, mengenakan jacket dan syal, lalu bergerak dalam cahaya kecil menuju target hari ini: Pos 2, di mana ada sumber air.
Pukul 20.33 kami sampai di Pos 3 Senaru, bertemu beberapa porter yang mengantar turis asing – yang sudah tidur di dalam tenda di dalam pondok- dan 2 teman dari rombongan Jakarta. Kami kedinginan. Takut rombongannya tak kuat, karena kami juga belum makan malam, Ade berinisiatif minta segelas air panas dan mencampurnya dengan susu kental manis sehingga menjadi segelas susu, yang kemudian diedarkan kepada semua, untuk sekedar pengganjal kantuk dan lapar.
20.45, sebelum badan menjadi dingin lagi, kami berangkat dari Pos 3 Senaru. Samping kiri-kanan kami, banyak tumbuhan terbakar, masih terasa panasnya meski kini rupanya sudah tinggal sisa-sisa tunggul hitam. Rupanya cahaya inilah yang sempat kami lihat kemarin dalam perjalanan ‘hit the summit’, kebakaran di daerah senaru.
22.10 kami bertemu kelompok paling belakang dan bersama-sama bergerak ke Pos 2 Senaru. Ngantuk yang menggelayut membuat kami segera bergerak lagi meski beberapa senter telah redup dan bahkan tak bisa digunakan. Kami membayangkan beberapa teman yang sudah berada di Pos 2 pasti sudah tertidur nyenyak sambil menunggu kami tiba.
Akhirnya, pukul 12.45 kami sampai juga di Pos 2 Senaru. Tiga buah tenda sudah berdiri di sana, tenda milik Ade, tenda kelompok Diaz, dan tenda milik teman-teman dari Bandung. Capekkk… Semua barang diletakkan di pondok, ada 2 pondok di sini. Rupanya, pengelola Senaru lebih rajin membuat pondok peristirahatan daripada pengelola di Sembalun. Benar saja, di Pos 3 tadi juga ada 3 pondok, sekarang di Pos 2 ada 2 pondok. Hanya saja, pondok di Senaru tanpa tutup di sisi kanan-kiri-belakang. Kami segera mendirikan tenda sekenanya, memasak kopi-the-susu, memasak mie, lalu menarik diri masuk ke dalam sleeping bag. Beberapa teman tidur di pondok, sekaligus menjaga barang-barang yang masih tersisa belum sempat masuk tenda. Dingin tak kami hiraukan lagi, kali ini perjalanan kami benar-benar sehari semalam, bahkan telah mengintip tepian hari berikutnya.

Friday, 02 September 2011
Memasak air di Pos 2 Senaru
Kami bangun sekitar pukul 8. Lapar… Tapi mau masak pun, air terbatas. Air di sini tak sejernih air yang kami dapat di sepanjaang perjalanan lalu. Selain keruh, kami harus memasaknya terlebih dahulu sebelum dapat mengkonsumsinya. Sumber air terletak 100m ke arah kiri kalau dilihat dari arah perjalanan turun. Ada papan yang menunjukkan psosisinya. Sayangnya memang sepanjang jalan ke sana, banyak sekali sampah bahkan kotoran manusia, menjijikkan.
Pukul 10.00, setelah masak, makan, dan batal lagi misa bersama, kami berangkat dari Pos 2 Senaru. Papan rambu menyatakan perjalanan kami akan menempuh 1,3 km ke pos 1. Tak jauh.. apalagi vegetasi hutan yang rimbun membuat kami bebas dari sengatan panasnya mentari. Tancap gassss…

Pos 1 Senaru
Kami berlarian turun sehingga pada pukul 11.30, kami sudah sampai Pos 1. Beristirahat di sana cukup lama, bersama-sama, sambil membentuk panitia untuk suatu acara tahun depan di Gunung Agung. Benar, teman Devi dan Paul? Hehehhe…. Selain ada pondok yang cukup lapang, di setiap Pos Senaru, kami juga menjumpai tempat sampah dalam bentuk kotak terbuat dari seng bercat hijau, serta papan petunjuk jarak ke pos sebelum dan sesudah pos tersebut. Nampak lebih tertata. Dalam papan tertulis 1.1km ke Pos Extra.
Benarlah, kami tiba di Pos Extra pada 12.15, sangat cepat. Selain rimbun, jalanan cukup lebar dan berupa tanah berlapis daun-daun yang gugur, membuat perjalanan kami maju terus tanpa halangan, mengingat juga jalanan yang sudah kami lalui kemarin-kemarin jauh lebih gila dan ekstrim J.
Balai-balai di depan gerbang Senaru
Pukul 13an kami sampai pintu gerbang Senaru, disambut dengan gerbang di atas dan sebuah warung kecil yang menjual aneka makanan kecil, buah, dan minuman. Beberapa balai bamboo dalam satu rangkaian panjang di depan warung membuat orang-orang yang baru turun tentu langsung menjangkaunya untuk tidur :P Kami sangat senang, kesengsaraan kami berakhir. Tapi, tapi.. ternyata ini bukan akhirnya. Ternyata, ini hanya gerbang. Pos perijinan senaru masih 2km lagi dari sini. What??
Sambil bermalas-malas, kami menyusul jalan tanah dengan pemandangan kiri-kanan berupa ladang penduduk atau lahan pemerintah, entah, tak jelas juga kami tahu tentang hal itu. Di sebuah papan memang tertulis Pusat Pembibitan Gaharu, namun sepertinya papan itu hanya berlaku untuk beberapa petak lahan saja. Pukul 14an kami sampai Pos Perijinan Senaru. Di pos ini dijual beberapa souvenir dan perlengkapan mountainaring. 3 buah balai kayu didirikan di depannya. Kamar mandi juga tersedia. Mini bus kami, yang disiapkan oleh –lagi-lagi- Pak Gorys, sudah menanti. Maka setelah sedikit foto-foto, menaikkan barang-barang ke atas minibus, dan pamit, sebagian dari kami berangkat pulang ke Mataram. Sebagian tinggal untuk menunggu teman-teman yang menginap lebih lama di danau sehingga bisa pulang bersama dalam 1 minibus yang masih tertinggal.
Foto bersama teman2 porter di Pos Perijinan Senaru
Menunggu dari pukul 15 – 18 ngapain ya? Kami memutuskan memuaskan cita-cita kami saat mendaki puncak: makan baso! Maka, mengikuti kata orang-orang, kami berjalan beriringan melewati jalan aspal menuju pintu masuk air terjun. Konon, banyak penjual baso dan es degan di sana. Baiklah, karena lagi-lagi, menurut kata orang-orang, perjalanan ke sana hanya 15 menit, kami mulai melenggang. Pemandangan pertama yang kami lihat di sisi kiri: kampong suku Sasak, masih dalam rumah-rumah adat beratap rumbia khas suku pedalaman, wow! Tapi kami takut masuk ke sana. 15 menit berlalu, kami menjumpai banyak restoran, atau lebih tepatnya mini-cafĂ©, dan tempat penginapan yang menawarkan fasilitas bagi para turis manca, tapi belum juga tampak tanda-tanda penjual baso atau suara air terjun. Wuah.. kami lupa lagi, alat ukur yang digunakan tidak valid: 15 menit bagi warga sekitar berbeda dengan 15 menit kami, tepatnya jarak tempuhnya yang sama sekali berbeda, hahaha…. Mulailah kami bertanya, dan hasilnya, kami masih harus berjalan beberapa menit lagi, dan dari situ, kami bisa turun lewat jalur illegal untuk sampai ke air terjun –memang terdengar suara air terjun tak jauh dari situ- tapi bukan pintu masuk di mana terdapat banyak penjual baso itu. Kami terus berjalan, dan voila!  We got it! Sebuah rombong baso, hanya sebuah sih, tapi kami benar-benar senang, dan es degan di sampingnya. Di seberang rombong baso ini, ternyata ada sebuah pasar tradisional. Berbincang dengan sebuah keluarga kecil yang akan merayakan lebaran ketupat di kampong halaman, yang ternyata berasal dari desa suku sasak di samping pos perijinan senaru tadi. Oh my God, dunia memang seluas daun kelor, hahahha.. Tapi tak lama kemudian, kami dipanggil pulang oleh Romo karena sopir minibus kedua sudah marah-marah terlalu lama menunggu, jadi.. kami tak jadi menunggu teman-teman yang menginap lebih lama di danau, kami harus segera pulang sebelum sopir minibus itu semakin naik pitam. Maka kami buru-buru balik ke pos dengan naik ojek, Rp. 3000/orang, 1 ojek untuk 2 orang.
Sekitar setengah 5 kami berangkat dari pos perijinan dan tiba di Mataram, Gereja St. Maria Immaculata, sekitar pukul 9 malam.

Inilah akhir perjalanan ke Rinjani. Jangan lupakan perjalanan kita, terutama saat-saat di mana kita ternyata menjadi beban bagi orang lain, sadar atau tidak sadar, mari kita belajar bersama. Maaf untuk semua keterusterangan saya, yang tak pandai menyembunyikan setiap kemarahan, kegelisahan dan keprihatinan. Terima kasih atas semua kebersamaan, tawa dan canda, malam-malam berbintang, hari-hari berpeluh, dan kisah. 

Comments

  1. Woaahh.... membaca ini membuat saya seperti terlempar ke masa pendakian kemarin
    Nice Piece !!

    ReplyDelete
  2. terlempar? sakit la'an? wkk...
    anyway, thx ^^

    ReplyDelete
  3. bikin aku nagis dan ngompol.... ingin mengulangiiii. Tp syaranya Ade ga ikut...

    ReplyDelete
  4. ahahaha... pasti ini mba rika, y?
    kok ga pake nama, mba? hehehe....
    taun depan kan kerinci :P (tapi kok mengandung adoh & mahal, yuaa...hixhix..)

    ReplyDelete
  5. tau juga kamu kata 'mutung' kirain itu vocab. Batak hahahaha...

    ReplyDelete
  6. loh, q malah ngira itu vocab jawa, ito, hahhahahahahah :P

    ReplyDelete

Post a Comment

Please enter ur comment here...-.~