RUNTUHNYA KEDAULATAN ENERGI
Dr. Kurtubi, pengamat perminyakan:
UU
migas no. 22 tahun 2001 jelas-jelas merugikan Negara karena:
1. Bertentangan
dengan konstitusi
Penghilangan kedaulatan Negara karena system yang dipakai
adalah B to G (business to government) dengan BPMigas sebagai pihak pemerintah,
yang lansung berkontrak dengan perusahaan asin; tidak lagi B to B (business to
business) seperti dulu saat PERTAMINA bertransaksi dengan perusahaan asing
tetapi Negara tetap memiliki kedaulatan sebagai Negara di atas kekuasaan
arbitrase.
2. Terbukti
merugikan Negara secara financial
3. Pengelolaan
migas Indonesia
menjadi paling buruk di Asia & Oceania menurut Petroleum Survey tahun 2011
(urutan ke 114 dari 143 negara penghasil minyak, masih di bawah Timor Leste)
Penjelasan untuk no. 2 dan 3:
Penghasilan minyak dari tahun ke tahun anjlok sedangkan cost
recovery (biaya produksi yang dikeluarkan oleh investor asing dan setiap tahun
diklaimkan kepada pemerintah) tiap tahun naik padahal semua mesin sudah dibayar
lunas oleh uang Negara pada tahun-tahun yang lalu. Bagaimana bisa naik tiap
tahun? Karena di mark-up berapa pun, cost recovery itu tak akan ketahuan,
mengingat BP MIgas adalah lembaga badan hokum Negara yang didesain tanpa
komisaris, sehingga tak ada majelis wali amanat atau pengontrol, padahal dana
yang dijalankan mencapai 100triliyun rupiah setian tahunnya. (Pembandingnya
adalah rector universitas yang selalu dikontrol oleh Dewan komisaris padahal
dana yang dipegang tidak sampai 10 triliyun rupiah per tahun)
Di samping itu, karena UU migas itu pula, pembelian minyak tak
bisa langsung ke produsen, harus lewat pihak ke-3 melalui tender, sehingga
lagi-lagi ada dana yang seharusnya bisa diefisienkan.
Ichsanuddin Noorsy, pengamat kebijakan publik:
Letter
of Emitance: intinya tentang liberalisasi sector migas
Radiogram
dari Washington
membahas tentang:
1. Pertamina
dan korupsi
2. PLN
3. Mengatur
kedudukan PERTAMINA
4. Menyusun
draft RUU migas
1. Pentingna
pengurangan subsidi
2.
Membantu
beberapa universitas dan LSM agar menerima pencabutan subsidi dan masyarakat
tidak marah
3.
Mengatur
kerjasama dengan IMF dan PDD untuk melepas sector migas menurut mekanisme pasar
bebas
Pinjaman
dari IMF senilai 400juta US dollar dengan perintah:
1. Cabut
subsidi migas dan pangan
2.
Berikan
bantuan agar masyarakat tidak marah
Berikutnya, pada Desember 2003, sebuah
pinjaman dengan no 4712 DES IND, yang berlaku sampai 2008, juga mengamanatkan
perintah yang sama persis.
Sebelumnya, ada beberapa UU:
1. UU
no. 22 tahun 2001 tentang Migas
2. UU
no. 20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan
3.
Pada
tanggal 15 Des 2004, Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU Kelistrikan no. 20
tahun 2002
4.
Satu
bulan kemudian, membatalkan pasal 28 ayat 2 UU Migas no. 22 tahun 2001 dengan
revisi: harga harus ditentukan oleh pemerintah dan bukan diserahkan pada
mekanisme pasar.
Ironisnya, kemudian muncul rancangan
strategis BPH Migas dan ESDM (blueprint BPHMigas 2004 – 2020) yang isinya
memberlakukan mekanisme pasar bebas pada sector energy paling lambat 2010.
Disusul UU no. 30 tahun 2007 pasal 7 yang
isinya:
harga energy
ditetapkan berdasarkan nilai keekonomian dan penyediaan dana subsidi untuk
masyarakat
Dalam dokumen dari National Intelegence
Council jelas diminta:
Cabut segera subsidi untuk energy
dan pangan dan segera lakkan perbaikan perundang-undangan.
UU no. 30 tahun 2009 tentang
ketenagalistrikan, yang tadinya sudah direvisi malah kemudian bermetamorfosis.
UU ini berisi:
Harga
energy tunduk pada harga keekonomian, pemilik tidak boleh menjadi pemain.
Senada juga dengan UU Panas Bumi dan U
Minerba yang isinya bahwa pemerintah berperan sebagai regulator, pengambil
kebijakan, dan tak lebih tak kurang sebagai penguasa pertambangan; dengan kata
lain pemilik tidak boleh menjadi pemain atau lepaskan sector ini kepada
investor asing untuk dieksplorasi dan dieksploitasi, atau dalam bahasa
hukumnya: “mari bangun system investasi yang sehat sehingga investor asing dapat
berinvestasi”
Apakah kita sudah berdaulat dalam bidang
energy kalau pada tanggal 1 Nov. 2010, Sekjen Oesidi mengatakan, “Sudah saatnya
pemerintah mencabut subsidi BBM”?
Ibu Hendry Saparini:
UU no. 25 tahun 2007 menyebutkan bahwa 25%
kekayaan alam untuk kepentingan nasional, sedangkan 95% boleh untuk investor
asing.
Dengan kata lain, pemerintah menempatkan
sumber energy Negara sebagai komoditas komersial (energy digunakan untk
kepentingan ekonomi) dan bukan sebagai komoditas strategis (energy ditempatkan
pada posisi strategis sesuai amanat pasal 33 UUD 1945).
Paradigma yang salah mengenai energy ini
ditanamkan sehingga rakyat berpikir bahwa untuk mendapatkan energy pasti tidak
bisa murah.
Effendy Gazali, pakar komunikasi:
3 karakter pemimpin skala internasional:
1.
Berani
dating ke forum-forum diskusi untuk membela rakyat
2.
Berani
terhadap pemimpin lain, bukan justru berani terhadap rakyatnya
3.
Berani
berinvestasi untuk rakyat, contohnya: dalam kasus listrik prabayar dan
converter minyak ke gas, seharusnya pemerintah dulu yang pakai.. bukan
rakyatnya yang disuruh ikut listrik prabayar, masa rakyat yang lebih dulu
berinvestasi?
Rm. Moeji Sutrisno:
Seharusnya kita bisa seperti bung Karno,
tetap memegang Trisakti:
1. Kemandirian
politik
2. Kemandirian
ekonomi
3. Kemandirian
budaya
Ibu Sri Palupi:
Dampak
ketidakdaulatan:
1. Tidak
bisa berpikir tentang solusi
2. Hak
rakyat sudah dipangkas sehingga haknya hanya sejauh raskin dan BLT
3. Tidak
punya harapan
Lain-lain:
Korporasi
minyak asing yang sudah berinvestasi di Indonesia :
-
Chevron
-
Exxon mobile
-
Petronas
Ingat
yang pertama kali menjajah Indonesia
bukan Negara lain tetapi korporasi asing, yaitu VOC. Dulu kita mati-matian
mengusir VOC tapi sekarang malah Negara kita seakan gandrung korporasi asing, tidak bisa hidup tanpa korporasi asing.
Politik
harus diluruskan àpolitik
yang berbasis kepada rakyat yang tidak dikendalikan kepentingan-kepentingan
sehingga terjadi pengingkaran UUD’45.
Kalau
tahun 1957 Indonesia bisa menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing pada
jaman Pak Karno, mengapa sekarang SBY tidak memodifikasi kontrak dengan
Freeport sehingga orang-orang Papua tidak seperti anak ayam mati di lumbung
padi?
Comments
Post a Comment
Please enter ur comment here...-.~