Pendakian Penanggungan via Tamiajeng lintas Jolotundo

Perjalanan Naik
22.29 rondo kuning / pos UTC / tamiajeng
Pukul 3an tiba di latar amba, tidur2 ayam 10menit
06an peak of penanggungan. Sedang musim hujan jadi puncak berrumput, tidak gundul melulu pasir.
15menit kemudian sampai lembah sisi utara puncak.
Masak, makan, tidur-tidur ayam lagi, sebagian membereskan tenda s.d. pukul 8.
08.00 misa kudus dengan selebran Rm. Eko Wiyono, koor para seminaris Garum.
09.00 pembagian pendamping kelompok seminaris untuk turun, photo session, operasi sampah.

Perjalanan Turun
perjalanan turun via barat
10.00 turun lewat sisi Barat. Jalan sedikit turun, lebih rendah daripada lembah tempat seminaries ngecamp, lalu naik ke punggungan. Di tepi punggungan sisi Barat ada gua batu basalt kecil. Sayang, sampah2 terutama plastik besar & botol-botol (plastik, kaleng, beling) bertebaran di sini.. :(
Turunan 60% dengan vegetasi rumput tipis & batu2 kapur yang labil.
Seorang teman dari sanggar alfaz terkilir.

Candi-candi
14.00 sampai di candi tertinggi: candi Shinta. Bangunan utama sudah runtuh, sisa kaki
bangunan utama candi shinta
& tubuh candi yg di sisi tubuhnya tampak relief bunga. Di samping candi utama ada mezbah kecil. Pelataran candi Shinta sudah terawat, Hamparan rumput menyambut seluas 5x5m. Di sisi depan candi, sebuah makam sederhana, hanya batu nisan & batu kecil di sekeliling seluas 0.5 x 1 m, menghantar pendaki turun melanjutkan perjalanan. Vegetasi hutan tropis sudah mulai kental.

14.07 candi gentong
14.30 candi tak bernama. Candi utama di
candi gentong
sisi belakang, sebuah lingga kecil atau mungkin gentong kecil dari batu basalt di sisi depan. Papan nama telah tersamar oleh karat, tak terbaca. Tebakanku, ini Candi Pura. Entahlah :P

14.50 candi putri. Struktur punden berundak dengan 3 undakan kecil di tengah. Pelataran berupa tanah lapang, rumput jarang, namun teduh oleh pepohonan. Tak ada papan nama di candi ini.
15.50 candi bubrah, dipagari dengan
candi putri
bambu tua. Setelah menyeberang sungai kering selebar 3 m dengan batu2 basalt besar berdiameter 1m, kami naik sedikit menuju bukit lain, bertemu candi kecil dengan struktur seperti candi Shinta, namun lebih kecil. Di sisi belakang ada bambu-bambu membentuk semacam pintu lengkung. Perjalanan turun lewat sisi depan. Belakangan, aku baru tau kalau para ahli sejarah Indonesia menyebut candi ini Candi Bayi, mungkin karena ukurannya yang kecil dibandingkan dengan candi-candi lainnya.

Tak ada candi lagi. DI ujung jalan, di keramaian, tampak candi besar yang ramai karena menjadi tempat wisata, yaitu Candi Jolotundo. Banyak orang, baik muda maupun tua, biasanya dalam rombongan, berwisata ke sini.

Untuk kembali ke pos UTC, kami harus numpang pick-up seorang kawan. Jaraknya lumayan dengan pemandangan gunung yang baru saja kami daki.

Comments