Baling-baling Kertas

baling-baling kertas
Masih penasaran, ini hari kedua aku menyapu sepanjang tepi kiri Jalan Pucang Anom Timur dengan mataku sambil menyetir motor menuju tempat kerja. Tidak ada.

Sudah sejak beberapa bulan terakhir ini, setiap pagi ada seorang bapak dengan tubuh sedang, duduk di tepi jalan ini, dengan sepeda ontel tuanya, melipat kertas manila berwarna-warni yang telah dipotong-potong. Di atas sepeda, beberapa tiang dipasang dengan baling-baling kertas, atau oleh orang Jawa biasa disebut kitiran, di sisi kiri-kanannya. Setiap kali angin bertiup semilir, baling-baling itu berputar, berwarna-warni, mewarnai pagi, yang entah cerah entah mendung. Harganya hanya Rp. 2000, ditulis dengan spidol hitam pada selembar kertas yang dipasang di samping baling-baling. 
Malam hari, ketika aku pulang dari kegiatan organisasi, atau dari kerja, bapak itu terlihat duduk di seberang jalan yang tadi pagi kulalui, masih tekun dengan kertas-kertas manilanya. Pernah suatu kali, aku lewat sekitar pukul 10.00 malam. Kulihat bapak itu masih ada di tepi jalan, dengan baling-baling kertas dan sepeda tuanya, bersandar pada sepeda tua sambil tertidur. Aku terhenyak.

Memang sering aku punya keinginan itu, berhenti sebentar, bukan untuk membeli tapi untuk duduk mengobrol. Sempat terpikir untuk memberi sesuatu, yang meskipun tak kan membuat pendapatannya bertambah, namun mungkin bisa memberi sedikit hiburan. Salut dengan ketekunan bapak ini, yang untuk mendapatkan uang Rp. 2000 mau bersabar-sabar sejak pagi hingga malam. Padahal, banyak orang yang mendapatkan uang sejumlah itu hanya dengan menadahkan tangan di tempat-tempat parkir yang ada tulisan: BEBAS PARKIR, atau yang genjrang-genjreng tidak jelas lalu mengedarkan topi kepada para penumpang bus. Tidak. Bapak ini memilih jalan yang panjang dan sepi, untuk mendapatkan yang sedikit itu. 

Bantuan sejumlah uang? Berguna mungkin, tetapi hanya sebentar, dan tunggu dulu, apakah hal tersebut tidak melukai harga diri seorang manusia yang sedang bekerja keras? Memang bantuan karitatif tak pernah menyelesaikan masalah, bantuan ini hanya merupakah pelipur lara sementara. Hidupnya tetap akan seperti sehari-hari, sama. Dan yang sempat terlintas di pikiran adalah menyarankan beberapa tempat yang strategis untuk menjajakan dagangannya: sekolah dasar, TK, atau tempat rekreasi. Pasti akan laris baling-baling kertasnya di sana. Dan itulah yang ku harapkan ketika 2 hari ini aku tidak melihat bapak itu di sepanjang jalan ini. Semoga sudah ada orang baik yang memberikan saran seperti yang aku pikirkan, atau semoga ada pemborong yang bersedia mengambil semua dagangannya setiap hari untuk memasarkannya secara lebih taktis. Semoga semangat juang itu membuahkan hasil berlimpah, semoga..



Sumber gambar: https://rynari.wordpress.com/2012/06/18/kitiran/

Comments