Operasi Bersih 3 Gunung: Papandayan - Guntur - Cikuray ; part: Cikuray

2016.
Agenda bersama kami, komunitas Rinjaniholic, tahun ini adalah mendukung peringatan 20 tahun Mutripala - Jakarta dengan bergabung dalam Operasi Bersih 3 Gunung di Garut: Papandayan-Guntur-Cikuray (atau sering disingkat: PaGuCi) dalam 2 hari 1 malam tgl. 6-7 Mei 2016.

Perjalanan melintas 2 provinsi pada peak season dengan moda transportasi kereta api, yang termasuk moda transportasi favorit karena relatif nyaman dan terjangkau, sudah kami lakukan sejak 2 bulan sebelum keberangkatan, memastikan bahwa tiket kami merujuk pada tempat duduk, bukan tempat berdiri :D Pembelian dilakukan secara kolektif supaya tempat duduk bisa berdekatan dan memudahkan menyusun barang-barang besar kami (carrier minimal 35L per orang) di dalam kereta. Toh pada saat di dalam kereta, bagi yang berangkat hanya berdua, tetap saja kesulitan mencari tempat carrier di dalam kereta karena ternyata para penumpang sepertinya sedang pindahan rumah atau bedol desa, bukan liburan :D Terbukti, tempat barang dan bawah kursi penumpang full, amazing :p
Rombongan besar berangkat pada tgl. 4 Mei pagi dan langsung tiba di Bandung, lalu dijemput oleh panitia dari Garut. Aku bersama seorang teman baru berangkat tgl. 4 malam karena harus macul dahulu dan tiba di Jakarta setelah 12 jam. Perjalanan dilanjutkan dengan bus dari Stasiun Pasar Senen ke Terminal Lebak Bulus naik Kopaja no. 20 dengan tarif Rp. 4000/orang, dan dilanjut Bus Primajasa ke Garut. Agak mengejutkan, ternyata di Lebak Bulus sudah tidak ada terminal, jadi para calon penumpang berdiri di perempatan di dekat bekas terminal Lebak Bulus untuk menunggu bus atau angkot lewat.
perempatan lebak bulus, tak ada terminal lagi di sana
Mengingat perkiraan waktu tempuh normal Jakarta-Garut adalah 5jam, kami memutuskan makan dahulu di warung dekat perempatan, pukul 12.00 waktu itu, baru kemudian naik bus. Bus Primajasa jurusan Lebak Bulus - Garut merupakan bus AC, nyaman, dengan tarif Rp. 52.000/orang dan masuk tol. Yang membuat tak nyaman adalah macet tak ketulungan yang disebabkan oleh libur panjang / long weekend 5-8 Mei. Bahkan SPBU saja sudah seperti pasar malam. Macet parah di 2 titik besar: tol dan Nagrek. Baru kali ini aku merasakan kemacetan Nagrek, yang biasanya hanya meilhat dari siaran atau reportase para wartawan televisi ketika lebaran, luarr biasaa..
nagrek, macet jegrek :D
Lapar tak bisa ditolak, walaupun tadi siang sudah makan tapi ketika jam di dalam bus menunjukkan pukul 20.00 dan masih di Nagrek, aku mulai melirik cimol yang dijajakan Bapak yang masuk ke bus. "Basah atau kering", tanya sang bapak kepada mbak di sampingku. Rp. 5000 se-plastik. Aku memutuskan ikutan beli yang kering, lalu kami berdua ceikikan sambil mengunyah-ngunyah cimol alot di dalam mulut :D Mataku sempat menangkap tulisan "WC Umum" di sisi kiri jalan turunan Nagrek, yang menurutku sangat cerdas menangkap peluang; bagaimana tidak, dalam keadaan macet yang hanya bisa bergerak beberaca centimeter dalam 1 menit, pasti orang tak mampu lagi menahan dorongan biologis, kan? Hahahahaa... Sayangnya, tak tertangkap penampakan wartawan yang meliput kemacetan parah ini, padahal boleh kan sekali lewat nagrek, aku berharap masuk dalam background reportase wartawan tersebut di televisi? Walau hanya muka bus nya saja :p

Alhasil, seperti candaanku kepada mbak Siti Saadah, demikian nama teteh asli Sukabumi di sampingku tadi, pukul 22.00 kami baru tiba di terminal Guntur-Garut. Tepat 25 jam sejak keberangkatan kami dari Stasiun Pasar Turi malam sebelumnya. We ow we kan? Udah kayak perjalanan ke Sumatra aja ya? Hahaha...
Dilihat dari google maps, basecamp kami di Pastoran Garut tak jauh dari terminal, tinggal berjalan lurus saja lalu belok kiri. Ternyata kami dijemput by motorbike oleh teman OMK Garut dan teman yang sudah lebih dulu tiba di basecamp, makasii lho :D
Sempat bertemu dengan 2 orang pendaki di pintu keluar terminal Guntur, katanya mau ke Papandayan malam ini, padahal berita-berita sudah menyatakan kalau Papandayan overload, sekitar 4000 orang di sana malam itu. Saat itu saja kami lihat ada 4 angkot membawa carrier dengan arah Papandayan dan teman-teman Operasi Bersih tujuan Papandayan yang sudah ditutup quota-nya. Kami sarankan mereka bergabung dalam kelompok kami tapi mereka menolak, mau mencoba dahulu ke Papandayan. Baiklah, semoga operasi bersih di Papandayan tidak kecapekan yaa..

Kelompok Rinjaniholic seluruhnya, baik Surabaya maupun Yogyakarta, bergabung ke kelompok OpSih Cikuray, 2821 mdpl. Beritanya sih, track aman, lewat kebun teh dahulu lalu vegetasi hutan layaknya gunung-gunung lain.
Yang agak menakutkan OpSih Guntur, medan pasir dan batuan labil ke arah puncak; tetapi semua sekarang hanya diijinkan nge-camp di Pos 3 Citis, dan itu artinya di sumber air, Puji Tuhan..

melewati kebun teh. Nampak stasiun pemancar di sana.
Okay, kelompok Cikuray sekarang. Kami berangkat dengan 2 pick up -diisi carrier dan orang- menuju pos perijinan Cikuray, sekitar 1 jam, berangkat pukul 7.00 dari halaman gereja. Memasuki jalan makadam sepanjang kebun teh, pemandangan sudah terlihat menyenangkan, meskipun agak mendung pagi itu. Kami harus melapor ketika akan masuk bagian kebun yang lebih menanjak, di pertigaan kebun teh. Perjalanan setelah itu masih di jalan makadam tetapi lebih menanjak sehingga harus transfer nitip beberapa penumpang dari pick up kami ke pick up tetangga karena tak mampu membawa beban naik.
stasiun pemancar
Sampai di pos perijinan atas, kami turun semua dan membayar untuk kedua kalinya. Ada beberapa warung di sana dan ada stasiun pemancar Global-MNC TV-Telkomsel, maka orang biasa menyebut tempat tersebut pos stasiun pemancar. Beberapa teman menitipkan barang bawaan yang tidak akan dipakai di gunung kepada ibu yang berjaga di warung. Berfoto bersama di awal jalan setapak pendakian, berdoa bersama, lalu mulai beranjak naik.
Setelah melewati Tanjakan Cihuy, kami tiba di pos 1. Di sini ada beberapa warung dan photo booth , serta beberapa bangku untuk beristirahat yang terlindung dari sinar matahari.
Naik lagi, kami tiba di tempat sampah di mana semua sampah dari atas dimasukkan di sana untuk kemudian dibumihanguskan oleh petugas pos perijinan. Agak aneh memang, tempat sampah di atas pos perijinan. Ternyata memang Senin, 9 Mei 2016 ini nanti, tempat sampah tersebut akan dipindahkan ke belakang pos perijinan supaya lebih ketat dalam pengawasan pendaki yang naik membawa turun sampahnya atau tidak.
membangun tenda di bawah gerimis
Target kami hari ini ada camp di pos 3, baru nanti malam pukul 1 dini hari summit attack. Tujuan utama memang bukan puncak tetapi operasi bersih gunung, jadi ini juga dilakukan untuk menghemat tenaga supaya bisa membawa turun sampah lebih banyak.
Tepat sekali keputusan untuk nge-camp di pos 3 karena ternyata Gunung Cikuray yang katanya aman itu tak mengenal ampun dalam tanjakan. Akar-akar pohon-pohon besar menjulur ke sana kemari sepanjang jalur pendakian, dan masih berlanjut sampai pos 7. Pilihan lainnya adalah batu-batu dan tanah merah sekitar yang jelas juga licin di musim hujan seperti kali ini. Dan tepat setelah kami mulai mendirikan tenda -karena ternyata lahan untuk mendirikan tenda juga full- hujan mulai turun. Flysheet buru-buru dikeluarkan untuk menyelamatkan logistik dan dapur umum, juga yang sedang membangun tenda.

pos 3
Long weekend seperti kali itu, ternyata bukan hanya tol dan Nagrek yang macet, gunung juga. Dan tempat camp kami di pos 3 Cikuray ternyata persinggahan yang strategis. Terbukti, ada setidaknya 2 pendaki yang sore itu turun dari puncak dalam keadaan hipothermia dan terpaksa tidur di tenda kami. Tak sia-sia kami membawa banyak tenda. Yang menyedihkan, teman-teman laki-laki dari teteh hipothermia yang kedua ini sudah pada duluan turun tanpa mempedulikan teman perempuan yang terkilir dan hipothermia. Teman yang terkilir itu terpaksa turun sendiri sore itu ke pos 2 untuk melapor bahwa temannya yang hipothermia numpang di tenda kami di pos 3.
Yang cukup mencengangkan, ketika kami akan mengganti baju teteh ini, tas nya sama sekali tak ada isi baju ganti baik luar maupun dalam. Lalu kami tanya, sudah pernah ke gunung lain sebelum ke sini atau tidak, jawabnya belum pernah. Kami kaget dong, "Kok berani langsung naik Cikuray?" tanyaku spontan. "Ya kan di perijinan bayar asuransi", jawabnya, dan langsung membuat lidah kami se-tenda kelu.

Malam pukul 9, teman kelompok kami menegur sekelompok pendaki yang turun malam itu hanya dengan 2 senter padahal ada 6 anggota, dengan kondisi jalan licin sehabis hujan dan sisi kiri adalah jurang. Jangan sampai menambah jumlah korban di gunung.
Malam pukul 11, tenda kami didatangi 2 orang bapak dari pos perijinan. Teman yang hipothermia sedang tidur -setelah kami paksa makan sore tadi- sedangkan teman perempuannya yang seorang terjaga kaget, sama dengan kami. Malam itu, 2 bapak dari pos perijinan menjemput kedua teteh ini turun. "Kalau besok pagi gimana, Pak?" aku mencoba menawar, kasihan kepada teteh  yang masih tidur. "Ya, kalau besok minta maaf turun sendiri ya dek, barangnya aja kami bawakan malam ini", jawab sang bapak. Yah.. sambil berdoa, kami melepas kedua orang perempuan ini turun malam itu bersama 2 bapak dari pos perijinan.
teman-teman yang muncak, foto di puncak bayangan
Pukul 1 dini hari. Setelah terbangun oleh adegan penjemputan pukul 11 tadi, kami jadi susah tidur. Aku pribadi kali ini memutuskan tidak muncak; celana panjang, baju, dan sepatuku basah ketika ribut mendirikan tenda dan membetulkan tenda yang sempat bocor, untuk ngepel tenda juga sekalian :D Apalagi menolong pendaki hipothermia ternyata cukup menguras tenaga juga, mengangkat tubuhnya yang sudah kaku masuk ke dalam tenda, mengganti pakaian dan take care of her. Kalau dipaksakan, bukan tak mungkin aku yang akan jadi pasien berikutnya. Kan kita tak pernah tau apa yang akan terjadi di gunung, maka harus disiapkan kemungkinan terburuk. Bahkan seorang ranger gunung pun bisa demam malam itu, hahahaa... Tak apa, puncak kan bukan tujuan utama :)

Pukul 8 pagi, teman-teman dari puncak sudah ada yang turun. Beritanya, operasi bersih di puncak tidak bisa dilakukan, hanya bisa di bawah puncak karena puncak terlalu penuh manusia. Pembersihan sepanjang trek juga hanya bisa dilakukan sedapat-dapatnya karena jalur penuh manusia yang ingin muncak maupun turun dari puncak. Sayangnya, tak semua yang muncak itu membawa turun sampahnya. Jangankan sampah, keperluan safety logisticnya saja tidak lengkap dibawa, malah membawa gitar, konyol kan?! :( -.-p

operasi bersih di sekitar basecamp tempah kami camp
Pukul 9, 2 orang teman turun lebih dahulu karena harus mengejar kereta. Kereta kok dikejar, hahahaa… Kereta mereka kembali ke Surabaya berangkat malam ini dari Bandung, jadi masih harus melewati perjalanan Garut – Bandung dulu. Gut lak ya, kawan.. hati2 turunnya ;)
Pukul 11 teman-teman lain sudah mulai berdatangan dari puncak dengan membawa trash bag-trash bag berisi sampah. Brunch digelar, breakfast at lunch. Menunya istimewa lho.. nasi uduk, sop, kerupuk babi, martabak mie, dkk, meriah.. sampai turah-turah, kata orang jawa. Selesai makan kami packing lalu mulai menghitung-hitung trash bag dan para pembawanya. Sayang, carrier ku akhirnya tak memuat trash bag karena rafia untuk mengikatkannya habis, juga webbing. Jadi aku nunut sampah kepada teman-teman yang membawa trash bag turun.
Pukul 2-3an, pembersihan basecamp, packing, final check sudah dilakukan. Kami mulai turun dengan sampah masing-masing. Beberapa tenda di samping kami terinspirasi untuk juga membawa sampah sekitarnya untuk turun, puji Tuhan.. Walaupun ada juga pendaki tak tahu malu yang turun dari puncak tanpa membawa sebungkus pun sampah, hanya tas masing-masing. Yang lebih parah, saat kami tanya mana sampahnya, mereka pura-pura tidak dengar atau tidak mau mendengar.
karakter jalur pendakian cikuray
Perjalanan turun kami didahului dengan bunyi gemuruh di langit. Ya ampunn..mbok jangan hujan, Tuhann.., plizzz… Kami penuh harap hujan tak turun sampai kami tiba di bawah, jadi kami tidak mengenakan jas hujan, hanya menyiapkannya di sisi terluar carrier kami masing-masing. Setengah jam berjalan, hujan tak terbendung lagi, terpaksa jas hujan dikeluarkan. Jalanan makin licin dalam hujan ini. Kami jadi berjalan terpencar di antara kelompok-kelompok pendaki lain yang juga turun, dan berpapasan dengan yang naik dan mengantri jalan. Pertolongan dan uluran tangan sering kami terima juga dari kelompok pendaki lain yang lebih mampu, bahkan ada pendaki cewek yang tangguh sempat menggandeng Goan, teman dari Yogja, yang notabene badannya lebih besar. Ela namanya. Wah, tampangnya sudah seperti pembawa acara Jejak petualang gitu, deh.. Keren deh mbak ini, hehehee…
Tiba di tempat sampah di atas pos 1 -karena bapak ranger yang naik lagi untuk menjemput 2 pendaki yang cedera lagi sore ini (2 teman kelompok kami masih tinggal di sana untuk membantu juga, salah satunya jatuh terbentur batu di bagian kepala) bahwa sampah memang dipusatkan di situ- kami melepas trash bag lalu meletakkannya di sana. Beda bebannya jauh sih, hahahaa… sampah hidup memang beban ternyata :v
Batas hutan telah kami lalui, masuk ke kawasan kebun teh. Serusutan dimulai, sebenernya sih sudah sejak tadi kalau buat aku, hahaha.. tapi di sini teman ngesot lebih banyak, termasuk teman cowok dari Batak :D
Di warung-warung pos 1, kami berhenti untuk menunggu teman-teman yang minum kopi-teh-dan 4 orang yang masih tertinggal di belakang. Ternyata 4 orang tersebut masih jauh, dan hari sudah hampir gelap, maka perjalanan di dalam kebun teh kami lanjutkan hingga stasiun pemancar. Jalan di kebun teh sesudah hujan tak semudah yang dibayangkan, licin, tanpa pohon untuk pegangan. Yah, kalau terpeleset, oke lah.. :D Teteh di belakangku sempat bilang, “Legging-nya bagus atuh.. cream warnanya”. Itu bukan legging, saudara, itu lumpur yang rata menempel di kaki mulai lutut ke bawah, karena selama perjalanan turun aku hanya memakai celana pendek, satu-satunya celana kering yang tersisa :D
legging baru :p :p
Pukul 17.30 kami tiba di stasiun pemancar, lalu mandi, keramas, dan nongkrong menghangatkan badan. Sampai teh panas kami sudah menjadi dingin -demikian pula tubuh kami- 2 teman yang di belakang belum muncul juga. Bukan 2 orang yang menolong pendaki lain yang jatuh tadi -karena mereka baru saja turun sekitar pukul 7- tapi 2 teman yang lain. Pukul 20.30 baru mereka nampak, kelelahan dan keberatan beban. Mereka ternyata menemani kelompok pendaki yang turun malam ini tanpa membawa senter. Parah kan?

Jadi, apa saran kita untuk para pendaki lain, gaez?
Mari cintai tanah air Indonesia, jelajahi dan pelihara alamnya.
Katakanlah keindahannya dan jagalah dengan Hati ❤️

Kalau mencintai & menjaga dengan hati, pastinya kalau ke gunung atau tempat indah lainnya bakalan bawa sampahnya turun kan.. Gunung & alam bukan tempat sampah dan bukan tempat pendaki /traveller sampah.
Pernah tau pendaki/traveller sampah? Iya, itu mereka yang ngaku cinta alam tapi:
~ ninggalin sampah di alam
~ ninggalin temen yg sakit /lemah di belakang atau entah di mana
~ ninggalin kertas2 bekas tulisan pesan2 (buat diposting di sosmed) gitu aja
~ ninggalin perlengkapan safety di toko (ga bawa perlengkapan maksudnyaa), contoh: naik gunung malem2 ber-6, yg bawa senter cuma 1, itu pun senter hape
~ ninggalin dunia nyata, tujuannya muncak melulu, biar tenar di sosmed, meskipun perlengkapan g bawa + teman2 tim ngga kuat

Kalo temen2 kamu kayak gitu, udah.. Fix buang aja jauh2, pendaki /traveller sampah itu..

Mohon bantuin untuk kampanye ini ya, teman2 pendaki & traveller, jangan sampe alam rusak & banyak yg celaka akibat sampah & pendaki/ traveller sampah 😔
Tengkizz 🙏

Salam lestari 😊





Comments