Budug Asu
Iya, memang nama tempat ini aneh.
Pertama tau tempat ini dari posting ig seorang teman yang
ketemu di Puthuk Lesung beberapa waktu lalu, bagus banget. Ya 11 – 12 sama
Puthuk Lesung sih, kerenn..
Pendakian Gunung Arjuno sedang ditutup dari semua jalur
pula. Jadi, apa salahnya melihat view indahnya Arjuno dari sisi lain? Yuk ahh..
Mengumpulkan massa dari teman-teman yang pernah ku temui di
pendakian Gunung Buthak, Gunung Arjuna (sampai Puthuk Lesung), Gunung
Anjasmoro, dan teman-teman sanggar, berangkatlah kami ber-7 dari Surabaya, lalu
bertemu mas Bisri di Gedangan, dan melanjutkan touring malam kami sampai Pasar
Lawang. Berangkat jam 00.50, sampai di Pasar
Lawang pukul 02.30. Agenda selanjutnya: mencari tempat buat tidur. Dan
karena ternyata pasar lawang sudah ramai, kami putuskan memilih tidur di
trotoar di depan toko, persis di bawah papan petunjuk pertigaan ke Kebun Teh.
Kami pilih tempat itu karena posisinya agak menjorok masuk, di depannya ada
gerobak yang kosong, ada potongan container kosong, dan ada seorang nenek sudah
lebih dulu tidur di dekat situ – berarti aman buat tidur :D Flyesheet digelar,
lalu mulai tidur. Tapi ternyata cacing di perut menuntut, maka kami makan dulu
bakso yang yahh.. seadanya , asal kenyang, supaya bisa tidur nyenyak. Tenda
tidak dibuka, kata mas-mas yang ikut flysheet sebagai alas saja sudah cukup.
Nyatanya? Mereka pada nggak tidur, zzzz…
Pukul 4.30, dingin pegunungan sudah mulai menggigit. Aku tak
bisa tidur nyenyak lagi. Akhirnya mulai kontak teman-teman dari Pandaan,
Singosari, dan 2 orang dari Malang. Pukul 7.10 kami beranjak dari emperan toko
menuju Kebun Teh Wonosari untuk memulai trekking kami. Hmm…
Tiket masuk kebun teh Rp. 15.000/orang dan Rp. 2000/motor
Dari parkiran kami berjalan ke arah gerbang yang paling
ujung, di sisi atas pujasera belakang. Ada papan petunjuk “jalur sepeda” di
sisi kanan jalan berbatu setelah gerbang hijau tertutup tersebut.
Jalan berbatu ini datar tapi naik turun tipis-tipis di beberapa bagian. Kita berada di tengah kebun the yang cukup luas, yang pohonnya rapat di sisi kiri-kanan jalan, namun hanya setinggi dada orang dewasa. Juga ada cabang pertemuan dengan jalur-jalur tembusan dari Singosari. Beda lama trekking dari kebun the vs dari Singosari sekitar 30 - 60 menit, cukup jauh :D
Ada beberapa percabangan semacam ini, tetapi di tiap cabang ada papan petunjuk arah Budug Asu, kok. Kalau tidak ada, pilih saja jalur berbatu yang arah ke kanan. Kebun the mulai berganti menjadi tanaman kopi dan perdu rendah. Di ujung tikungan menanjak, tepat di seberang percabangan masuk ke jalur tanah motor trail, berdiri sebuah rumah kayu di sisi kiri jalan. Rumah yang tidak besar ini dijaga oleh 6 ekor anjing kampong, yang meskipun kurus-kurus tetapi tetap saja menggemaskan, apalagi ada 2 ekor yang masih anak-anak, hahaha… Bisa jadi, ini salah satu alasan mengapa tempat ini dinamakan Budug Asu. Mungkin dulu, sebelum tempat ini dikenal banyak orang, dan hanya penduduk local yang datang untuk mencari rumput bagi ternak, banyak sekali anjing di areal ini. Banyak juga yang kudisan saking liar dan tak terawatnya, mungkin, maka dinamakan “budug”.
Setelah melewati kebun kopi, track akan masuk ke kebun pinus
yang tersusun rapi, dengan pinus-pinus yang menjulang hijau tinggi, mirip hutan
pinus Imogiri-Yogya. Ada juga camp Budug Asu di tengah kebun pinus ini, berupa
gang tanah selebar sebuah mobil jeep, di ujungnya ada rumah kayu, dan di
belakangnya jalan tanah yang entah tembus ke mana. Penduduk local yang biasa
membawa motor trail rakitan yang biasa lewat jalur tersebut.
Hati-hati berjalan di jalan berbatu ini.
Bukan karena bisa menyesatkan tetapi karena kalau tidak minggir, bisa tertabrak
motor trail atau jeep yang lewat. Kurang keren kan kalau masuk berita: Seorang
pendaki ditemukan tertabrak motor trail :p
Setelah bertemu papan kayu “Welcome Fox Hill” di sisi kanan
jalan berbatu, dengan posisi agak naik bukit, teman-teman pendaki bisa memilih
jalan setapak memotong bukit ini, dengan ujung bukit Nampak di atas, atau
memilih tetap lewat jalur batu yang lebih landai dan lebar, beriringan dengan
jalur motor trail.
Untuk pendaki pemula, aku sarankan lewat jalur motor trail
saja. Lebih lama dan panjang memang, tetapi tingkat kesulitan lebih rendah dan
resiko terpeleset lebih minim. Tanahnya memang sama-sama licin, karena memang
tanah liat, tetapi tidak miring sehingga tidak menguras banyak tenaga.
Teman-teman akan melewati gerbang Selamat Datang Puncak Budug Asu dan pondok
rental Budug Asu yang menyediakan perlengkapan untuk camping. Lanjut saja masuk
lewat sisi kiri gerbang, melipir jalan setapak di sisi jalan berlumpur yang
Nampak jelas bekas 2 jalur motor trailnya. Hanya sekitar 15 menit lagi sudah
sampai puncak.
Untuk teman-teman pendaki yang ingin lebih cepat sampai
puncak dan sudah biasa naik gunung, bisa memilih jalur setapak memotong bukit
yang tembus ke savanna ilalang indah, lalu sampai di depan warung. Jangan
ditanya berapa kemiringannya dan seberapa licin jalannya. Yah… jangan pernah
meremehkan gunung atau bukit mana pun aja lah, hahhaha… Hampir 80o
sudut kemiringannya. Maka pegangan dan tumpuan kaki harus kuat, selain
pengaturan napas :D Mau berhenti untuk foto-foto kalau sedang tidak kabut juga
boleh. Kalau sedang berkabut ya seperti ini pemandangannya. Ada issue kalau
jalur ini adalah jalur lama menuju Gunung Arjuno. Bisa jadi juga sih, melihat
struktur jalan setapak di seperempat track terakhir yang tampaknya bukan hasil
membuka jalur baru. Kalau ke Arjuno, tentu harus menuruni punggungan ini, lalu
naik ke punggungan sisi sana lagi, lebih jauh daripada jalur e Arjuno via
Lawang yang sekarang.
Oke, sampai di ujung jalan tanjakan, taraa..
warung makan. Yap, bagi teman-teman yang mau tiktok saja dan malas berat-berat
membawa bekal, cukup menyiapkan uang lebih untuk membeli mie rebus, nasi soto,
the, kopi, susu, dll di warung ini. Harganya standard kok. Hanya saja kalau
hari minggu, nasi soto cepat habis. Untungnya hari itu kami membawa bekal
lengkap: mie, bakso, kuah soto, nesting, kompor. Jadilah kami buka lapak
sendiri: warung mie soto bakso, hehehe…
Mau berfoto ria? Tentu saja. Jangan lupa mengambil gambar di
depan puncak Ringgit, Puncak Ogal-Agil, dan di panggung selfi Fox Hill. Sayang
hari itu kabut seperti tak bersahabat, dan memang mendung sejak pagi. Jadi ya
kami harus puas dengan puncak Ringgit tanpa satupun foto berlatar puncak
Ogal-Agil. Heheh…
Jadi rangkumannya begini:
-
Parkir motor – percabangan jalur setapak : 1 jam
-
Jalur setapak – puncak : 30 – 45 menit
-
Jalur trail – puncak : 1 jam
Total waktu tempuh : 90 – 150 menit
Kalo jalan kaki dari kebun teh ke budug asu kira2 berapa menit?
ReplyDelete2,5 jam, kakak..
Deleteada di catper di atas detailnya ;)