Catper Pendakian Argopuro via Baderan lintas Bremi

Perjalanan ke Argopuro kali ini sebenarnya untuk menggalang lagi rinjaniholic full team yang dulu sempat bergabung dalam pendakian bersama Arjuno Lebaran 2014, sekitar 51 orang atau lebih.
Mengapa dipilih Argopuro? Karena terletak di Jawa dan treknya pas, ngga banyak lebihnya, dari liburan lebaran. So, dijalankanlah publikasi sana-sini dan berakhir pada jumlah peserta 23 orang. Suithikk… dan penggagas ide itu sendiri, Pak Beni, tidak bisa ikut bergabung karena tugas kerja mendadak pindah ke Jawa Barat. Hyahhh…
Di antara 17 orang ini, hanya 1 orang yang sudah pernah ke Argopuro, itu pun kebut gunung 3 hari dan jalur terbalik dari Bremi turun Baderan. Lalu kira-kira ini nanti bagaimana? Let’s see :D
Inilah itinerary awal kami, dengan 2 opsi karena sebagian peserta ada yang masih harus merayakan lebaran.
       Itinerary 1: 
q  H-2 Sby – Polsek Sumber Malang
q  H-1 trekking – mata air 2
q  H – Cisentor
q  H+1 Puncak Rengganis, Puncak Argopuro, Taman Hidup
q  H+2 Bremi – Sby
       Itinerary 2: 
q  H Sby – Polsek Sumber Malang
q  H+1  trekking – mata air 2
q  H+2 Puncak Rengganis, Puncak Argopuro, camp Cisentor à yang menyusul gabung
q  H+3 Taman Hidup - Bremi – Sby
Setelah proses pemastian keikutsertaan fix, ternyata hanya tersisa 1 orang yang harus merayakan lebaran dahulu sementara calon lain belum fix dapat cuti. Maka dengan berat hati, calon peserta yang merayakan lebaran ini mundur L Maaf ya, kaka..
So, inilah itinerary akhir kami:
       Itinerary: 
q  24 Juni Sby – Polsek Sumber Malang
       19.00 mepo Bungurasih
       Menginap di rumah di basecamp 10.000/orang atau di terminal Probolinggo
q  25 Juni trekking – mata air 2: start 9.00
       Probolinggo – Besuki – Polsek SumberMalang
       Perhutani – pintu masuk: 4 jam
       Pintu masuk – mata air 1: 2 jam
       Mata air 1 – mata air 2: 2 jam
       Camp di mata air 2
q  26 Juni Puncak Rengganis, Puncak Argopuro, camp Cisentor : start 9.00
       Mata air 2 – Cikasur : 1 jam
       Cikasur – Cisentor: 1 jam (jam 11.00, buka tenda, makan siang)
       Cisentor – Rawa Embik : 2 jam
       Rawa Embik – Puncak : 1 jam
       Camp Cisentor
q  27 Juni Taman Hidup - Bremi – Sby: start 11.00
       Puncak start 5.00
       Cisentor – Taman Hidup
q  28 Juni Taman Hidup - Bremi : 3 jam: start 9.00
       Sampai Bremi malam, diusahakan ada mobil yang jemput langsung Surabaya karena tidak ada angkot
Dan demi efektifitas waktu, terutama karena kami akan berangkat pada malam takbiran, di mana susah bus dan tak seorang pun kira-kira akan Nampak berkeliaran malam di pedesaan, maka diputuskan untuk:
1.       Sewa kendaraan beserta driver dari Surabaya
2.       Survey jalur dari Besuki sampai Pos Perijinan
Yak.. mobil sudah dapat, Hiace isi 16-17 orang.
Sekarang tinggal survey, dan ternyata yang bisa berangkat untuk survey tinggal aku seorang diri. Wkwkwkw… fine, fine.. it’s okay.. Hitung-hitung nambah rekor solo travelling ku :D
H-6, pada hari minggu, aku berangkat naik bus ke Probolinggo dengan tiket 20.000 (ekonomi), lanjut Besuki naik bus Akas arah Bondowoso-Banyuwangi dengan tiket 15.000. Sampai Besuki cacing mulai demo besar, maka meskipun bulan puasa, aku berkeliling mencari warung yang pas di dalam terminal-sekaligus pasar Besuki. Nasi soto ayam, nyamm.. lalu lanjut ngojek ke pos perijinan Baderan, kena 35.000 dan aku hanya menawar 5000, jadi 30.000. Selama perjalanan yang cukup jauh, sekitar 1,5 jam itu, aku cukup menyesal juga menawar karena ternyata memang jauhh.. Maka untuk menebus dosa, pak ojek aku minta menunggu supaya bisa sekaligus ojek balik ke terminal dengan tarif sama. Deal.
Di pos perijinan Baderan, beberapa anggota Brimob sedang mengerjakan galian tempat sampah di samping basecamp, beberapa beristirahat di rumah tinggi di dekat pagar, dan beberapa penduduk sedang memetik sayur kobis di halaman samping. Pak Samhaji yang tugas jaga di sana. Dari infonya, tarif pendakian sebagai berikut:
·         Weekdays : 20.000 / orang/ hari
·         Weekend: 37.500 / orang / hari
Disarankan 4 hari 3 malam cukup:
-          Hari 1: target camp cikasur
-          Hari 2: target camp sabana lonceng
-          Hari 3: target camp Taman Hidup
Noted Sir, hehe..
Menghitung hari, hingga tiba tanggal 24 Juni. Jam 5 sore, Hiace yang dipesan Ko Pius sudah meluncur dari Malang. Iya, basecamp mobilny ternyata di sana, jadi kalau waktu itu Mas Dwi ikut, dia bisa numpang langsung dari Malang – sayangnya nggak jadi. Nah, mbak sari juga gak jadi deh. Jadi malam itu kami ngumpul di sebuah fastfood di samping kantor Ko Pius dan rada hectic soal parkir memarkir. Ratna yang semula akan ikut ternyata belum sembuh dari sakit demamnya. Vera, ms. Lya, dan aku mampir ke kos nya sore itu, pulang misa jam 5 sore di Gereja SMTB Ngagel. Hyahh… kami lanjut pulang lalu packing cepat-cepat. Ms. Lya jadi ikut, tanpa persiapan logistic. Jadi ya baiklah, bongkar laci logistic ku lalu masukkan semua yang bisa dibawa, dibagi ber-3, hahaha… Di saat seperti ini, siapa saja yang tadinya masih ragu harus memantapkan hati selama tidak sakit. Makan malam ber-3 dari manasin nasi dan lauk dari rumah beberapa waktu lalu, lalu segera pesan Car online. Belum selesai cuci piring, pesanan mobil sudah datang. Wah, ribet juga ya.. terburu-buru kami ber-3 masuk lalu menuju meeting point. Tiba di sana, mobil tepat datang, yeayyy…
Perjalanan kami lumayan lancar sampai Gempol, dan mulai agak lambat memasuki Pasuruan. Maklumlah, ini malam takbiran. Syahdu suara takbir di luar, hmm… Sampai terminal Besuki sudah pukul 11 malam, teman-teman sebagian sudah tertidur sejak tadi. Sekarang mataku harus benar-benar mengawasi, iyaa..kan yang tau jalan dari terminal Besuki sampai perijinan Baderan kan Cuma aku seorang :D Melewati desa ini dan itu, lewat bulak lalu desa lagi, dan yang menyedihkan ternyata sejak desa setelah lereng memutar bukit listrik padam serentak. Kami berpapasan dengan mobil dan motor dari petugas PLN yang sedang merunut sepanjang tiang listrik di tepi-tepi jalan – mencari sumber utama kerusakan. Semoga segera bisa ditemukan lah yaa… Ternyata tidak, hixx.. jadi samai di pos perijinan pukul setengah 1 malam, listrik masih padam. Kami harus bergelap ria menurunkan barang, membayar mobil, bertemu dengan Pak Samhaji lalu diputuskan untuk mengurus perijinan esok pagi, ehh..nanti pagi saja supaya lebih jelas (toh surat ijin tidak bisa di print juga, kan listrik mati). Baiklah.. jadi kami harus memanfaatkan waktu 4 jam ini untuk tidur efektif. Nahh.. masalah baru timbul. Barang kami yang banyak itu, dan 13 orang yang besar-besar ini harus bisa muat dalam sebuah ruangan berukuran 2 x 3 m. Oh myy… mau tidur aja pakai mikir dulu L Jadi pertama, barang kami lokalisir di ujung gang. Sisa kotak kami pakai untuk tidur, setengah ruangan untuk perempuan, setengah lagi untuk laki-laki. Hmmm… ternyata nggak cukup kawan.. kami duduk melingkar dalam ruangan sempit ini. Duduk begini cukup untuk ber-13 tapi kan gak mungkin tidur sambil duduk, OMG… lalu tercetuslah pikiran itu, daripada setengah badan ke atas yang bersandar di tembok, kan lebih baik setengah badan ke bawah saja yang bersandar sementara setengah badan ke atas bisa di lantai. Kepala saling bertemu di tengah ruangan, kaki bersandar di dinding, kami mulai tidur kami. Yess… nggak tidur beneran sihh, ya gimana lagi, tapi paling nggak better lah daripada duduk aja selama 4 jam, hahaha…
Pagi itu, kami mulai mengurus perijinan. Masih ribet packing, kami diburu-buru para tukang ojek, katanya keburu mereka sholat ied. Aku bingung juga, apa hubungan perijinan kami dengan sholat ied? Ternyata ada miskom dari Pak Samhaji kepada para bapak ojek, dikira kami semua mau naik ojek sampai CIkarus atau Mata Air 1. Lhooo… sapa yang bilang? Aku atau teman-teman kan nggak ada yang bilang pesan ojek. 
Perjinan kami dihitung dengan tarif 2 hari tanggal merah (padahal tgl merahnya kan Cuma tgl. 25 Juni aja. Tgl. 24 Juni kan kami masih otw menuju pos perijinan ini) dengan tariff 37.500/ orang /hari dan sisanya tariff hari biasa 20.000 /orang /hari.
pos perijinan baderan

Mulai perjalanan kami dari jalan aspal sampai petunjuk Lurus ke air terjun, kami pilih jalan ke kanan lewat jalan semen-anselebar 2 motor saja, lalu masuk ke sawah-sawah dengan sungai kecil di sisi kanan kami, lalu pindah ke sisi kiri, lalu habis dan berganti dengan jalan macadam yang tak habis-habis. Perjalanan mulai 7.30 rasanya sudah jauh dan lama sekali, batu-batu-dan batu, uwhhh… sedikit-sedikit kami berhenti, break, seteguk lalu lanjut lagi. Sempat melipir tepi jurang, dengan pemandangan ngarai, jurang, dan beberapa air terjun di ujung ketinggian seberang sana. Jalur yang kami lewati ini bampir di penghabisan macadam namun lebarnya hanya bisa dilewati sebuah motor saja. Bayangkan jika ngojek lewat jalur ini, apa nggak ngeri? Habis jalan kecil ini sekitar jam 11 lalu masuk hutan kering dengan jalan tanah yang jelas Nampak bekas roda ban motor trail-nya. Kami break besar pukul 12, makan siang seadanya: roti, coklat, roti susu coklat (susu coklat dari kaleng lhoo), biscuit kelapa, dan semua yang agak berat untuk mengganjal perut di siang bolong ini. Lanjut jalan lagi, jalan masih licin dengan jalur trail di tengah-tengahnya. Paling aman, supaya kaki tidak terpeleset memang masukkan saja telapak kaki pada jalur trail, meskipun agak susah untuk yang telapak kakinya besar. Vegetasi masih hutan rapat dengan pohon besar-besar. Di beberapa bagian ada pohon tumbang dan kami harus melipir jalur di sebelah untuk mencari pijakan yang lebih enak. Di ujung hutan, tampak tanah agak lapang, dengan berbagai guratan bekas ban motor, mungkin di sini tempat putar balik ojek dari Baderan, masih di antara pohon tinggi-tinggi. Kami tiba di mata air 1 pukul 14.51. Wah, keren nih, bisa lanjut Cikasur kalau jalan agak cepat. Kami bersemangat. Setelah mengisi air 3 botol besar dan masak sedikit, kami lanjut jalan. Sejak di mata air 1 tadi, langit sudah mulai mendung, putih warnanya. Jalan yang kami lalui benar-benar hutan, pohon tipis-tipis dengan beberapa papan penanda larangan berburu, patok Hm setiap 100 meter, dan sebuah sisa portal besi bergaris hitam putih di sebuah bagian di sisi kanan jalan, tersembunyi di antara dedaunan. Pohon-pohon sudah tak serimbun saat siang tadi, namun hari mulai gelap dan mata air 2 belum juga Nampak. Jalan masih menanjak dan kami hamper kehabisan energy. Break sebentar di antara bebatuan besar pada sebuah tanjakan, kami memutuskan untuk mengeluarkan senter dan headlamp lalu mulai berhitung sebelum jalan. Ko Pius masih memimpin di depan sedangkan posisi akhir diisi Om Ryan dan Mas Tony. Agak bergidik bulu tengkuk kami saat itu, entah kenapa. Kelak ketika sampai di peradaban, Vera mengatakan bahwa saat berhitung ada yang menggenapi hitungan kami, owhhhh….
portal besi tersembunyi setelah mata air 1

Pukul 7 malam, yah sekitar itulah.. akhirnya kami tiba di mata air 2. Tak mungkin sudah kami lanjut ke Cikasur, jalan malam sangat tidak disarankan dalam pendakian Argopuro. Tentu saja karena hutan di sini masih merupakan habitat dari berbagai hewan hutan, maka demi keamanan sendiri kami menuruti saran tersebut. Agak terbatas area camp di Mata air 2 ternyata. Jadi di bawah hanya bisa didirikan 3 tenda kapasitas 4, tapi nanti di atas  hanya tersisa 1 tenda, tak baik. Maka diputuskan 2 tenda di bawah, untuk para cowok sedangkan 2 tenda di atas untuk para cewek. Masak bersama di bawah malam itu, lalu kami segera tidur. Pukul 6 pagi kami sudah bangun dan karena persediaan air sudah mulai habis, beberapa harus mengambil air di bawah. Perjalanan turun cukup curam, 15 menit. Sungai sumber mata air 2 sangat jernih, meskipun ada bekas mie instan di dasarnya. Dingin-dingin segar, hmmm… 
ber3 mengisi air di mata air 2

Beberapa memasak, beberapa mencari spot untuk memenuhi panggilan alam, dan lainnya berkemas. Pukul 10 kami mulai perjalanan hari ke-2, diawali dengan doa lagi. Religious kami di sini, huhu… Oh ya, ada tempelan di pos Mata air 2 ini: petunjuk bahwa di Mata air 1 ada signal. Benar, memang di mata iar 1 kemarin sore, telkomsel bisa kirim sms kok, hehe…
mata air 2
Perjalanan ini naik-naik, dan naik, hadehh… naik gunung kayak gini ini to? Hamper 1 jam berjalan, kami mulai bertemu bunga-bunga perdu yang cantik: bunga kuning kecil, lalu bunga-bunga rumput putih yang seperti dandelion – terbang bila ditiup fuuu… lalu rombongan depan berteriak, “savanaa”. Kami girang bukan main.. berarti tepat seperti perkiraan waktu pada peta yang kami dapat dari Cak RIpin dan teman-teman Marabunta, 1 jam perjalanan dari Mata air 2 ke Cikasur. Wuhuuuu… girang bukan main. Kami foto-foto dan berbaring-baring menikmati savanna indah ini. 
rombongan depan berteriak, "savannaaaa"

Lalu muncul pertanyaan: Sungai RIndu Kalbu nya di sebelah mana ya? Kami lihat sekeliling, tak ada tanda-tanda sungai. Seharusnya sungai, baru kemudian CIkasur. Hmmm… kami lihat peta lagi, mikir lagi, lihat lagi, lalu menyadari kenyataan.. ini bukan CIkasur, hikkkssss… ini baru alun-alun kecil, oh my Goodness :’( Baiklah kami bangkit berdiri, lalu berjalan lagi, siapa tau tak jauh di depan itu sungai Rindu Kalbu. Dan kami berjalan di savanna luas ini, lalu masuk hutan kecil, bertemu savanna lagi, jauh-jauh-jauhh…lalu savanna berikutnya, setelah melewati beberapa pohon besar di sisi kiri kanan jalan setapak, lalu perdu berbunga putih, perdu hijau dan sedikit hutan, menyeberang jembatan kayu kecil di atas sungai kering selebar setengah meter, lalu masuk hutan perdu lagi, jalan lagi lalu belum Nampak savanna lagi. Agak syok kami membuat lemas, pukul 13.30 waktu itu, maka kami break sambil ngemil biscuit kelapa milik Om Bear (yang entah bawa berapa pack biscuit kelapa) dan snack apa aja yang ada. Kami mulai menerka-nerka, apakah di depan itu nanti savanna yang dimaksud atau sungai dahulu. Dan Ko Pius mulai nyeletuk yang brilliant: jangan-jangan, sebelum sampai di CIkasur, kami harus lewat dahulu di Cibantal, CIguling, CIseprei, baru dehh sampai CIkasur, ihhh… kok nyebelin sih?? Kami tergelak sambil menahan dongkol, hahahaa… Kami mengambil keputusan bahwa malam ini pasti hanya bisa sampai Cisentor, dan itu berarti kami harus extend 1 hari. Joseph agak berat mengiyakan namun taka da pilihan lain karena sampai sesiang ini, CIkasur pun belum kami jumpai. Sampai di Cikasur nanti, kami baru makan siang. Okay, jalan bisa dilanjutkan. 

Di depan, savanna lagi, lagi, lagi, lagi, dan lagi. Yang panjang, pendek, luas, dan berbagai macam savanna. Dalam hati kami setuju ternyata sebelum sampai CIkasur harus melewati dulu “Ci-ci” lain seperti yang dikatakan Ko Pius tadi, hahaha… di savanna terakhir dan paling besar, kami melihat jauh di seberang ada savanna yang lebih tinggi, di seberang sana dan di sisi kana nada sebuah bangunan seperti gudang penyimpanan senjata, agak mistis auranya. Kami melaju cepat saja lewat sana. Di ujung savanna besar ini, Ciseprei mungkin ya :D, kami menjumpai percabangan jalan setapak: sebuah yang turun ke sungai, sebuah yang lewat atas sungai. Jalan atas itulah rupanya yang biasa dilewati oleh ojek dari Baderan, jadi ojek bisa sampai di sini lewat atas sungai, dengan tariff 150.000/ orang. Kami memilih lewat sungai. Ini dia Sungai Rindu Kalbu yang legendaris ituu.. penuh dengan selada air dan sangat indahhh.. pukul 14.30 waktu itu. Hati-hati menyeberang sungai ya, batu-batu di dalamnya labil dan tajam, struktur batu apung yang kasar dan berongga akibat proses pendinginan yang cepat. Dalam sungai ini selututku, kalau yang badannya tinggi mungkin hanya setinggi betis, hiihiii… 
menuju cikasur, siap menyeberangi Sungai Rindu Kalbu
Dataran seberang sungai ini lah Cikasur, wuhuuuu…. Kami merebahkan diri di rumput sekitar papan petunjuk arah Cisentor lalu membuka kompor dan nesting, makan siang. Ada papan petunjuk arah di sisi lain yang ditulis “Area terlarang”, maka kami pastikan kami menjauhi papan tersebut. Ada juga shelter dengan atap seng di sisi kiri jalan setapak, namun hanya Joseph yang sempat melihat bangunan tempat camp di CIkasur ini, yang lain hanya memantau dari papan petunjuk.
sungai rindu qolbuuuu
papan petunjuk cisentor
Langit sudah mulai gelap lagi, maka kami segera berkemas. 15.30 kami mulai berjalan lagi, CIsentor masih jauh. 10 menit berjalan, naik tipis-tipis dan masih dalan area savanna kami melihat guratan tanah sisa pangkalan terbang pesawat. Masih lanjut dengan savanna, savanna, dan savanna lagi. Awalnya aku mengambil gambar setiap savanna dengan harapan akan menghitung jumlahnya, akhirnya aku jengah juga, sebab sampai hari gelap menjelang pukul 6 sore, savanna belum juga habis, padahal kalau 6 aja sudah kami lewati. Saat hari benar-benar mulai gelap, gerimis mulai turun tipis –mungkin kabut yang mengembun- kami memutuskan berhenti sebentar, mengeluarkan headlamp –senter dan jaket. Ko pIus di depan mengingatkan untuk memperhatikan jalan benar-benar sebab di sisi kiri kami jurang dan beberapa tempat jalan menyempit, berbatu atau licin, sementara di sisi kiri pohon jelatang menjulurkan daunnya. Masing-masing berdoa dan saling mengingatkan saat melewati kayu atau batu yang melintang. Setelah 2 kali terkena jelatang, Vera mulai mengeluh kedinginan. Jalanan sudah mulai menurun waktu itu, kami mendengar suara air keras menderu. Pasti itu sungai CIsentor. Maka kami minta Vera tahan sebentar. Benar, di ujung jalan turun memang sungai. Om Stanis bersiap di bawah, membantu teman-teman lain menyeberang sungai satu per satu sebab arusnya cukup deras malam itu. Lepas dari sungai, Vera menggigil. Kami kebingungan. Ms. Lya juga mulai kedinginan, sementara mas Tony dan Om Bear berdebat harus terus atau camp di tepi sungai saja. Mbak sari sudah memeluk Vera sejak keluar dari sungai, sementara Chika dan Irene membantu membuat penghalang supaya Vera dan ms. Lya bisa ganti baju yang kering supaya tak sampai hypo. Akhirnya Om Ryan dan seorang lagi (aku lupa siapa) mengecek naik untuk memastikan seberapa jauh camp area dari sungai. Ternyata dekat, saudara, hanya 5 menit. Kami bergegas naik ke camp area, dan mengevakuasi barang-barang dari tepi sungai. Tenda segera dibuat untuk menghangatkan badan sementara sisanya memasak. Aku memilih turun mengambil air karena yang lain sedang kebingungan. Ku keluarkan semua isi carrier ku ke lantai pondok lalu mesaukkan botol-botol kosong ke dalamnya. Kelak, ketika sampai Surabaya, aku baru menyadari kalau kunci kos ku jatuh ke bawah pondok saat aku menumpahkan semua isi tas ini. Setelah tenda berdiri dan jumlah air aman, masakan berat mulai dibuat. Saat kami semua hectic, ternyata Vera terlewatkan, nafasnya hilang :’( Seumur hidup dan selama pendakian yang mana pun, kami semua belum pernah mengalami yang seperti ini. Bingung, sedih, panic, tak tau harus bagaimana. Tabung oksigen dikeluarkan lalu bingung memasang. Air panas dimasak untuk memanaskan. Termal blanket, alumunium foil, minyak kayu putih, semua dipakaikan. Lalu kami ber3: mbak sari, ms, Lya, aku gentian memasukkan jempol ke mulut Vera supaya dia tak sampai menggigit lidanya sendiri. Menghangatkan dengan peluk, nafas buatan, pacu jantung, semua kami lakukan. Ah benar-benar.. Aku paling merasa bersalah karena yang mengajak Vera ikut adalah aku, bagaimana aku harus bertanggung jawab kepada mama-papa nya kalau sampai sesuatu terjadi pada kawan ini :’( Setengah jam, 1 jam, entah berapa lama kami berusaha dan berdoa, sementara teman-teman lain di luar tenda menahan cemas yang sama. Akhirnya nafas itu terdengar lagi. Mbak sari langsung bersyukur tak habis-habis. Sekarang kami harus menjaga supaya nafasnya tetap ada, sebab setelah itu sempat hampir hilang lagi. Malam itu aku tidur tanpa sleeping bag sebab ternyata thermal sleeping bag milik Om Bear yang dipakai Vera (sementara Om Bear pakai sleeping bag Vera) masih membuat Vera kedinginan. Tidur sambil menahan dingin, apalagi ternyata jaket yang aku pakai kali ini tidak sehangat jaket dengan merk sama yang aku tinggalkan di kost karena lebih berat. Yah… bagaimana lagi..
Pagi tgl. 27 Juni. Sepertinya energiku mulai drop akibat menahan dingin selama tidur tanpa sleeping bag, yah… Agenda kami hari ini muncak saja, tenda dan perlengkapan lain ditinggal di camp. Vera tentu saja menunggu di camp, demi pemulihan kesehatan. Joseph dan Om Bear menemani. Jadi kami muncak ber-10. Setelah makan pagi, sayur selada air dari sungai tentu saja, kami berangkat. Jalurnya lewat jalan setapak samping tenda paling tepi, langsung menanjak vertical dan sampai di dataran tingkat atasnya, seperti lantai 2, hahahaa… dataran ini merupakan savanna dengan perdu-perdu berduri sejauh mata memandang. Isinya savanna-savana, dan savanna, sampai Rawa Embik. Ada sebuah pohon besar tumbang di tengah jalan setapak di salah satu savanajadi kami harus berjalan di atas pohon tersebut untuk melanjutkan perjalanan kami. Pada savanna-savana ini, tampak banyak bongkaran tanah, seperti tanah sawah setelah dibajak, namun ini bukan oleh ulah bajak atau kerbau melainkan babi hutan yang mendongkel akar-akar rerumputan untuk mencari larva dan protein lain untuk dimakan. Di beberapa bagian tampak sisa bongkaran yang areanya luas, mungkin mereka habis pesta semalam atau kemarin, hahaha.. 
rawa embik
Pukul 11.40 kami tiba di rawa embik. Di rawa embik tanahnya lapang, bisa dipakai mendirikan 4 tenda kapasitas 4. Di sisi seberang tampak batu-batu mengarah ke atas dan sebuah sungai kecil memisahkan daratan camp dari batu besar. Kata Cak Ripin, di balik batu tersebut ada sebuah gua. Camp di sini tidak disarankan karena jelas tampak banyak bekas bongkaran babi dan gua di belakang batu adalah tempat tinggal harimau, jadi sangat berbahaya camp di sini.
puncak argopuro
Arah puncak ditunjukkan dengan sebuah papan di depan camp area. Masih savanna kecil lalu masuk hutan yang menanjak curam dan terus. Di hutan yang kami lewati ini, tampak ada batu besar di seberang, yang kata Cak RIpin merupakan tempat harimau menyimpan tulang-tulang sisa makanannya. Kami tiba di savanna lonceng pukul 13.00.Bisa 10 atau bahkan 20 tenda didirikan di sini, tapi udaranya terasa sangat dingin dan tidak ada sungai atau sumber air. Beberapa plastic hitam diletakkan di lubang yang dibuat di tengah savanna untuk menadah air hujan sebagai cadangan saat terdesak. 

Dari savana Lonceng, bisa berjalan lurus ke arah Puncak Argopuro lalu lanjut Puncak Arca, atau belok kiri ke Puncak Rengganis. Untuk menuju Puncak Argopuro kita perlu berjalan naik sekitar 20-30 menit. Sampai di puncak, bisa lanjut ke Puncak Arca dengan turun naik 2 bukit berikutnya. Untuk ke Puncak Rengganis, perlu berjalan 15 menit saja. Bau belerang mulai tercium setelah berjalan sekitar 5 menit melewati hutan, lalu masuk kawasan cantigi, dengan jalan naik ke kanan menuju puncak dan ke kiri menuju kawah putih Rengganis. Punden berundak di sana sudah tak ada lagi, begitu juga ayam hitamnya L  Usia muncak, kami turun ke Cisentor lagi dan sampai di camp sekitar pukul 6sore. Gelap..
Hari ke-4, kami bongkar tenda dan mulai trekking ke Taman Hidup. Tidak lewat Cemoro Limo tapi lewat jalur bawah yaitu Aeng Kenek. Jalur ini banyak melewati hutan, menuruni sungai kecil Aeng Kenek (bahasa Madura yang artinya Air Kecil) lalu naik ke hutan dan ilalang tinggi-tinggi, jalur tanah yang susah dinaiki karena licin dan lengket, dataran yang bisa dipakai untuk beristirahat (cukup untuk 2 tenda) lalu sampai di tepi jurang. Dalam peta, kami lihat ada tanda jalur disilang di sisi kiri, maka kami berhenti sebentar untuk makan siang dengan segala bekal yang sudah dimasak sejak pagi: nasi dengan lauk sosis, kering tempe, dan WADERR.. woooo.... enak sekali wader di sini. Usai makan, kami mulai merambah jalur di sisi kanan, yang “mbrasak-mbrasak rerumputan dan perdu kecil-kecil, lalu voilaa..ketemu jalur yang tadi lagi, wkwkwk... kami hanya memutar ternyata.. Jadi jalur yang benar kudu lewat arah ke bawah, yang kami kira tanda disilang dalam peta yang kami bawa. Baiklah.. kami putar haluan dan mulai melipir jurang, menuruni hutan dancukan, menyeberang sungai kering dengan tebing tinggi dan batu yang menggantung di ujung tebing dan tentu saja membuat nyali kami ciut. Jantung berdebar cepat saat melompat dari batu ke batu gantung, dan om Ryan hampir saja jatuh saat itu, fiuhhhh... Rombongan belakang rata-rata selamat karena dibantu oleh rombongan depan saat menyeberang. Setelah itu jalan melandai, mulai masuk vegetasi hutan, dan sekitar pukul 3 sore kami sampai di Cemoro Limo. Kami coba cek kiri kanan karena rombongan Romo Eko, Romo Wid dan mas Uwi harusnya bisa ketemu kami di sini karena mereka berangkat naik dari Bremi 1 hari setelah kami, tapi ternyata kami tidak bertemu mereka.. hyahh...
Tak lama berjalan, kami  mendengar suara manusia: kelompok lainnnn.... woooaaa senangnya kami setelah 3 hari tidak bertemu peradaban lain selain kelompok kami saja. Mereka kelompok dari Jakarta, akan lewat jalur kebalikan dari kami. Nice to meet u, guyz ;) Turun dari Cemoro Limo, berjalan 1 jam, kami sudah berjumpa dengan plakat besar di sisi jalan setapak yang menyatakan kalau kami memasuki area Hutan Lindung Pegunungan Hyang. Ini awal dari hutan yang sesungguhnya... kami merapatkan barisan dan menyiapkan senter. Tepat ketika hari mulai gelap, rombongan kami sudah menjadi 1 rombongan dengan jarak dekat, karena rombongan belakang berlari-lari mengejar :D Sekitar pukul setengah 8 malam kami tiba di Taman Hidup, setelah melewati hutan pekat dengan suasana yang membuat orang terdepan tak berani melihat depan dan orang terbelakang tak berani mendengarkan suara di belakang :D Juga setelah melewati sebuah suangai kecil dan beberapa jalan tanah yang becek tergenang air, mungkin sisa hujan atau luapan air sungai.
Ini malam terakhir kami di gunung, semua logistik kami keluarkan dan ternyata masih sisa sangat banyak, wkwkwk.. Kami baru saling mengetahui kalau ternyata masing-masing dari kami membawa bekal tambahan secara sembunyi-sembunyi, di samping bekal logistik utama kelompok besar J Jadi, kami pesta besar malam itu, sampai bau masakan kami bisa mengundang para kelinci, musang, dan hewan sekitar datang mengintai sambil memohon, “om, minta om..”, kira-kira begitu :p Pesta kasmi berlanjut sampai esok harinya, saat kami harus bongkar tenda untuk melanjutkan perjalan turun ke desa Bremi. Masakan kami pagi itu: nasi pecel, nasi sarden, nasi goreng sosis, nasi goreng ikan asin, nasi goreng telor, nasi goreng merah, dan masih banyak lagi. Kami bingung menghabiskan makanan ini, padahal kemarin-kemarin kami semua saling berhemat makan hahaha... Untunglah ada sekelompok pendaki yang saat itu sampai di Taman Hidup, maka dengan sangat gembira, kami transfer semua makanan yang masih kepada mereka: makan dulu, mas-mbakk... hahahaa....
camp taman hidup
Turun lewat Bremi ternyata tak semudah yang kami bayangkan, meski tentu saja jauh lebih mudah daripada kalau naik. Jalurnya banyak yang rusak oleh sisa roda motor trail. Tiba di hutan damar sekitar pukul 2 siang, kami lalu terpencar dalam beberapa kelompok, dan masing-masing tak tahu jalan yang benar menuju rumah Cak Ripin. Ini rada gila sih, di gunung nggak nyasar, eh giliran sudah hampir sampai kampung malah nyasar wkwkwkwk... Nggak keren banget kan, apalagi 2 orang dari kami sudah pernah naik ke Taman Hidup lewat sini sekitar 2 tahun lalu. Rombongan depan mencoba naik tapi malah bertemu perkebunan karet lagi, aku mencoba turun lewat kebun jagung dan bertemu sungai besar, salah jalan semua.. kami putar balik, kembali ke titik di mana kami mulai berpencar tadi dan mengambil jalan lurus yang ternyata benar sampai di gerbang pendakian, fiuhhh... kaki mau copot rasanya.. Sampai sana, rasanya semua jadi ringan, jalan ke rumah Cak Ripin jadi jelas, dan kami langsung didera kelaparan. Sampai di rumah Cak Ripin, kami langsung menyerbu bakso di depan rumahnya dengan menambahkan sambel dan pesan es cepat-cepat, seperti orang tak makan seminggu :D Sore itu kami ngobrol panjang dengan Cak Ripin dan baru tau kalau yang kami lalui ternyata bukan 40 km tapi 63 km, emejing :D
bersama cak ripin

Jadi, kalau ditanya akhirnya bagaimana perjalanan kami, inilah itinerary akhirnya:
q  24 Juni :
       20.00 mepo KFC Adityawarman
q  25 Juni :
       Besuki – Polsek SumberMalang – BC : 2 jam
       BC – mata air 1: 7,5 jam
       Mata air 1 – mata air 2: 3 jam
       Camp di mata air 2
q  26 Juni :
       Mata air 2 – alun-alun kecil : 1 jam
       Alun-alun kecil - Cikasur : 3 jam
       Cikasur – Cisentor: 4 jam
        Camp di Cisentor
q  27 Juni :
       Cisentor – Rawa Embik : 1,5 jam
       Rawa Embik – savana Lonceng : 1,5 jam
       Savana Lonceng – puncak Argopuro : 30 menit
       Puncak Argopuro – puncak Arca : 15 menit
       Savana Lonceng – Puncak Rengganis : 15 menit
       Camp Cisentor
q  28 Juni :
       Cisentor – Cemoro Limo : 5 jam
       Cemoro Limo – Taman Hidup : 4 jam
q  29 Juni :
       Taman Hidup – Bremi : 3 jam
       Carter angkot ke terminal Probolinggo


Comments