Gunung Penanggungan via Kedungudi

gunung bekel difoto dari puncak Candi Siwa
Gunung Penanggungan
Dikelilingi beberapa Bukit Di sekitarnya
Yang dipenuhi dengan candi-candi peninggalan jaman Majapahit
Bukit Bekel (1238 mdpl), Bukit Gajah Mungkur (1084 mdpl), Bukit Sarah Klapa (1235 mdpl), Bukit Kemuncup (1238 mdpl)
.
Bukit di belakang itu adalah Bukit Bekel
Difoto dari puncak Candi Siwa
Di lereng Gunung Penanggungan pada 1247 mdpl
Dari jalur Kedungudi
.
Ada 7 Candi di jalur ini, 2 di antaranya belum bernama, dan 2 tertutup jalurnya
Ada 2 situs bersejarah yang ditemukan
Dan diakhiri Gua Botol di hampir puncak Penanggungan
Setelah savana
.
Berharap para pendaki turut memelihara situs-situs peninggalan sejarah yg ada
Bukan malah merusak atau meninggalkan sampah di area ini
.
.
Berikut cerita lengkap perjalanan kami ke Candi-candi di jalur Kedungudi.
Kedungkudi sendiri adalah nama sebuah desa di kaki Gunung Penanggungan. Jalur yang dipenuhi dengan candi-candi dan bermula di desa Kedungudi ini diduga sebagai jalur kuno pendakian ke Gunung Penanggungan.
Untuk mencapai titik awal pendakian, kita bisa menggunakan kendaraan roda dua dan mengikuti arah desa Kesiman, Penanggungan, lalu memperhatikan papan petunjuk di sisi kiri jalan. Pada papan tersebut, dituliskan info belok kanan untuk menuju pos perijinan. Ikuti petunjuknya, maka kita akan masuk pada jalan semen setengah aspal yang sudah cukup rusak, bergelombang karena beberapa polisi tidur juga, dan sampai ujung jalan. Jangan kuatir ketika jalan yang kita lalui tampak rumput dan suara ternak, lanjut saja sampai ujung. Di ujung, kita belok kiri sedikit dan sampailah kita di pos perijinan, di sisi kanan jalan.
Tiket masuk per orang 10.000, dan parkir motor 5000/ motor. Kita dibekali peta jalur, dan siap melaju.


Jalanan pertama masih berupa jalan tanah lebar dan batu-batu, merupakan jalan ke kebun penduduk. Di kiri kanan jalan masih tampak rumah dan kebun-kebun jagung. Sampai pada pertigaan, ambil belokan ke kiri yang arah naik, lalu ikut petunjuk selanjutnya.
Pos 1 yang kita temui masih di area ladang, dengan shelter gubug kecil di tanah datar. Puncak Penanggungan malah tak terlihat dari sini.
situs Lumpang

Lanjut menuju pos 2, jalanan mulai menanjak. Dari gubug pos 1, kita berbelok ke kanan memasuki jalan setapak dengan perdu tinggi. Masih berlika-liku dan menanjak, sesekali tampak pohon-pohon pisang. DI beberapa titik malah memang seperti hutan pisang, penuhh pohon pisang. Ya adem sih memang, tapi agak bergidik juga, hehe...
batu besar setelah situs Lumpang
Setelah itu, kita akan berjumpa dengan situs pertama yaitu situs Lumpang. Bentuknya seperti lumpang, yaitu tempat untuk menumbuk padi orang desa, terbuat dari batu dengan diameter sekitar 40cm.

Berjalan naik lagi sekitar 5 menit, kami menjumpai situs berikutnya. Bentuknya semacam tatanan batu menyerupai makam, dengan keliling batu-batu kecil bentuk kotak. di depannya terdapat sebuah batu besar yang cukup untuk digunakan tempat duduk maupun bersila, atau mungkin bertapa. Semua batu tersebut berlumut, berbeda dengan batu lumpang di bawah.




Selanjutnya, kami berjalan lebih menanjak. Candi pertama yang kami jumpai adalah Candi Carik. Candi Carik tak besar, tapi batu-batunya sudah tertata rapi dan jelas bentuknya.
Naik lagi 5 menit ke atas, kami bertemu Candi Lurah. Candi ini lebih besar daripada Candi Carik dan halamannya luas.Kira-kira seperti carik dan lurah dalam kehidupan sekarang mungkin, rumah pak lurah pasti lebih luas daripada rumah carik. Ada mezbah kecil di sisi depan Candi Lurah, dan ada papan himbauan dari Dinas Kepurbakalaan.
Candi Lurah

Candi Lurah: tampak mezbah di depan dan papan dari Dinas Kepurbakalaan, juga halaman yang luas

Oke, kami lanjut dulu supaya bisa sekaligus saja nanti sitirahat di atas.
Candi beriktunya adalah Candi Guru. Kali ini lebih jauh perjalanannya, sekitar 10 menit. Sempat melewati jalur hutan rimbun yang datar juga. Ada petunjuk arah ke bawah dan ada ke atas. Ke bawah untuk menuju Candi Siwa, ke atas untuk menuju Candi Guru.
Candi Guru tak sebesar Candi Lurah maupun Candi Carik. Ada juga sekelompok pendaki yang semalam berkemah di sini, lainnya kebanyakan camp di Candi Lurah.
Candi Wisnu

Di atas Candi Guru ada Candi Wisnu. Tatanan batu-bataunya cukup berantakan meskipun masih berbentuk setengah punden berundak. Posisinya tepat sebelum sabana, sehingga pohon yang tumbuh di sekitar candi ini adalah pohon-pohon terakhir untuk berteduh. Dari sini, pemandangan di bawah sudah terlihat jelas dan indah.
Candi Tak Bernama di atas Candi Wisnu

Selepas Candi Wisnu, masih ada candi tak bernama di luar jalur, dan arah menuju ke sana pun masih tertutup ilalang tinggi. Entah apa alasannya candi ini ditinggalkan, namun yang pasti batu-batunya masih nampak tersusun berundak-undak, kira-kira sebesar Candi Lurah, namun dipenuhi tumbuhan liar.
Kembali ke jalur utama -yang sejak dari atas Candi Wisnu tadi sudah tampak susunan batu seperti tangga- kita perlu naik sedikit lagi dan akan bertemu sebuah candi tak bernama lagi pada jalur. Candi ini lebih kecil namun penuh tertutup rumput. Besarnya sekitar sebesar Candi Wisnu. Kemungkinan namanya Candi Kama I, jika dilihat dari peta candi.
Savana ini tak habis-habis juga dan perut kami mulai keroncongan. Panas mentari menyorot nanar, sehingga kami memilih turun dahulu untuk makan siang. Lain waktu, kami akan lanjutkan ke Gua Botol dan Gua Widodaren.

Dalam perjalanan turun, kami mampir sebentar ke Candi Naga I. Masih asri.

Sekali lagi aku berharap para pendaki turut memelihara situs-situs peninggalan sejarah yg ada,
bukan malah merusak atau meninggalkan sampah di area ini
.
.
.
.
#penanggungan #penanggunganviakedungudi #penanggungan1653mdpl #gunungpenanggungan #penanggunganmountain #pendakiindonesia #pendakisurabaya #pendakimerahputih #sejarahindonesia #candisiwa #candilurah #candicarik #candiguru #candinaga1 #candiwisnu #kedungudi #mojokertohits #panjilaras #situssejarah #guabotol #bukitbekel #urbanhiker #mountnesia #montapedia #pendakiperempuan #pendakilestari #pendakiketinggian #sahabatpendakiindonesia #jelajahnegerisendiri #jelajahindonesia

Comments