Pendakian Gunung Raung via Kalibaru




Libur lebaran waktu itu
Setiap libur lebaran tak pernah mudik, lebaran kali ini aku mudik, karena gunung yang kami daki kali ini lebih dekat dari rumah, yeahhh...

Bermodal tiket seharga 29.000, aku berangkat mudik pukul 4.30 pagi dari Stasiun Wonokromo, Surabaya. Tiba di rumah sekitar pukul 9 pagi, aku langsung membongkar carriel dan mulai packing untuk esok, karena siang atau sore nanti  teman dari Jogja akan numpang menginap di rumah, sebelum besok kami berangkat bersama menuju Kalibaru.

Hari ke-1:

Tiket kereta lokal dari Jember ke Kalibaru sangat murah, hanya seharga 8000. Waktu tempuhnya pun tidak lama, hanya 2 jam. Tiba di Stasiun Kalibaru, kami sudah dijemput oleh 2 orang bapak ojek yang ditugasi oleh guide kami, Bang Manol, untuk mengantar kami ke Basecamp Bu Soeto.
Tidur kami kali ini tidak di basecamp Regaz, tempat mas Manol dan teman-teman guide berkumpul biasanya, karena jumlah tim kami ada 18 orang - basecamp Regaz tidak mampu memuat untuk istirahat malam 18 orang, maka kami dijemput untuk diantar ke basecamp Bu Soeto.
Basecamp bu Soeto sendiri ternyata cukup jauh. Kalau basecamp Regaz hanya berjarak 100 m dari stasiun Kalibaru, basecamp Bu Soeto berjarak sepanjang perkebunan tebu, kopi, dan coklat perhutani, dan harus ditempuh waktu sekitar 1 jam naik ojek untuk sampai ke sana. Kondisi jalannya pun sudah rusak parah, sisa aspal yang tinggal batuannya sepanjang perkebunan, dan baru berupa aspal baik saat mencapai gerbang desa.
Bu Soeto sudah biasa menerima banyak tamu, di samping karena tempatnya luas, beliau juga sudah terbiasa menerima para pendaki sejak masih keluarga muda -dahulu masih ada Pak Soeto- dan terbiasa menyediakan makanan untuk para pendaki, sebelum malam.
basecamp bu soeto
Kami bermalam di basecamp malam itu, bersama 2 teman yang sudah tiba dengan kereta subuh tadi, Bu Isti yang tiba siang tadi, dan teman-teman lain yang baru tiba dalam gerimis malam itu.

Hari ke-2:
Frater Brams membangunkan kami sejak pukul 4.30, untuk segera mandi dan packing -bagi yang belum packing tadi malam- dan sarapan lalu bersiap berangkat. Terlalu pagi, dingin menyekap pergerakan kami sehingga kami menjadi sangat lembam, cuci muka sedikit, lalu bersiap. Briefing sebentar mengenai global perjalanan selama di gunung dan pembagian bawaan air minum. Gunung Raung tidak mempunyai sumber air maka kami harus membawa masing-masing 3 botol @600 ml/ orang sampai di pos 7, besok ketika sampai pos 7 kami akan diberi 3 botol air lagi untuk minum selama pendakian summit hingga turun kembali ke basecamp.
Para bapak ojek menunggu kami di depan. Tiap orang bersiap dengan carriel dan helm nya, lalu menumpang masing-masing ojek.
Karena mas Manol sudah melapor dahulu ke pos perijinan, ojek kami langsung melaju ke pos 1 tanpa perlu berhenti dulu di pos perijinan. Jalan yang dilalui kali ini diawali dengan jalan aspal bagus di desa, lalu mulai rusak ketika mulai mendekati kebun kopi, berubah menjadi jalan paving sepanjang kebun kopi, lalu berubah menjadi jalan tanah pada bagian tengah ke atas kebun kopi. Jangan lupa kenakan helm ya, teman, karena jalur yang dilalui ojek bersinggungan langsung dengan dahan-dahan kopi sehingga kalau tidak hati-hati, kepala kita bisa terkena sambutan dahannya :D

Pos 1 berupa shelter dan sebuah rumah berdinding gedheg -anyaman bambu- yang ditinggali oleh Ibu  Sunarya. Ibu Sunarya ini terkenal dengan kopi hitamnya. Setiap ada pendaki yang sampai di gubugnya, beliau pasti menyiapkan kopi hitam panas, tidak tanggung-tanggung: se-teko besar. Habis-habisin dah ituhh..hahahahaa...

Dari rumah Bu Sunarya, trekking yang sebenarnya baru dimulai. Diawali dengan jalan semen cetak sepanjang kebun kopi, menanjak tipis-tipis, sampai hampir mencapai shelter. Shelter yang ada berupa sebuah gubug kayu dengan dinding setinggi pangkal paha. Ada penampungan air dari drum di sini, namun sudah lama tak dipakai sehingga malah dihuni oleh kodok :D
Sehabis shelter, jalan masih menanjak tipis. Kebun kopi dengan tanaman yang mulai jarang, di sela-sela cabe dan pisang. Sampai di ujung tanjakan, sebuah motor modif milik penduduk yang berladang diparkir di sela-sela pohon. Lalu jalan menurun, dan di depan, pemandangan agak mencengangkan karena tampak pohon besar-besar yang bertumbangan masal, sepanjang sisi kiri-kanan jalan setapak yang kami lalui :( Kata mas Uchoy, ketika terakhir dia ke sini, area ini masih hutan lebat.. brarti penebangannya baru saja terjadi. Seperti akan dipakai untuk ladang.
Lepas itu, hutan masih lebat, berisi tanaman kopi rendah, pohon pisang tinggi-tinggi, dan pohon berkayu yang tinggi mendominasi. Beberapa kali suara kepakan berat burung rangkok terdengar di atas kepala, menambah meriah suasana hutan. Dan ketika hutan semakin pekat, dengan kicau burung kecil-kecil yang makin banyak, kami sampai pada tanah lapang dengan beberapa kayu melintang diletakkan untuk duduk. Inilah pos 2. Bisa untuk 5 tenda kapasitas 4 di sini, namum tak ada sumber air.

Dari pos 2, jalan masih datar melewati hutan dengan vegetasi rotan dan tanaman berdaun model kipas dengan batang berduri. Jalan datar ini ditutup awal tanjakan di antara akar-akar pohon lalu berbelok ke balik pohon, dan breakk.. pada sebuah pohon tumbang dengan tanah datar yang cukuplah untuk duduk-duduk 10 orang. Dari sini, jalan masih menanjak tipis-tipis mengiris, wkwkwk... Yang tabah yaa... 1 jam perjalanan dannn... pos 3 pada 1645 mdpl.
Pos 3 cukup luas, namun tak seluas pos 2 -pos 3 memanjang- dan di sisi kanan nya tumbuh sejenis pepermenit jawa, rasanya enak dan aman untuk dikonsumsi. Terbukti, seekor kera kecil asyik mengunyah daun pepermint tersebut sambil memandangi kami yang kelelahan, dasar monyet :D

Oke, perjalanan terakhir hari ini -karena taeget kami hari ini camp di pos 4- tinggal 1 jam seharusnya. Jalannya masih nanjak tipis-tipis sadis :D Vegetasi pohon masih rapat, dengan selingan pakis dan pohon-pohon dengan akar napas. Memang hutan yang masih asri, menyenangkan. Dan sesuai target, 1 jam kemudian kami tiba di pos 4.
Pos 4 berupa tanah lapang memanjang -lebih panjang daripada pos 3- di antara jurang kiri-kanan namun miring. Yes, miring. Jadi kami harus pintar-pintar menata posisi tidur malam nanti supaya tidak merosot atau menindih teman setenda :D
Sudah hampir gelap waktu itu. Pak Indra dan Diar sudah ramai video call dengan Romo Sabas yang besok akan menyusul kami dari Pacitan. Bukan ramai apa sih, ramai minta titip belikan sepatu, sebab sepatu mereka jebol semua :D :D
Signal tak bagus di sini, tapi sungguh beruntung masih ada signal di beberapa titik sehingga kami masih bisa kontak dengan Romo Sabas.

Malam itu kami masak beramai-ramai di bawah pohon di sisi terbawah pos 4, di samping tenda guide & porter. Sempit sih memang tempatnya, tapi demi mendapatkan kehangatan -dari kompor maksudnyaa- maka kami tak merasa keberatan, hihihiii...

Hari ke-3:

Target kami hari ini pos 7. Seharusnya sih lama perjalanannya kurang lebih sama dengan perjalanan kemarin. Pagi ini selama di perjalanan, kami berpapasan dengan beberapa penduduk lokal yang turun membawa tas kecil terbuat dari karung goni yang dimodifikasi. Kelak ketika sampai pos 7, kami baru paham kalau mereka adalah para porter air. Woww.. terima kasih, pak ^_^

Perjalanan hari ini rasanya lebih menantang daripada kemarin. Kemiringan sudah jelas lebih besar, ya, dan jalur lebih sempit. Dalam 37 menit, kami tiba di pos 5. Pos 5 juga berada pada area miring, sebelum kemudian kami dihadapkan pada tanjakan bertali.

Yes, tanjakan bertali tepat sesudah pos 5 ini masih oke untuk perjalanan naik, meskipun tentu saja menguras tenaga. Bisa break dulu di tengah sih, melipir ke kanan, baru lanjut lagi ke tali berikutnya, dan masuk hutan lagi. Hutan kali ini jauh lebih keren lagi. Banyak pohon-pohon besar yang kami lewati, bahkan kami lewati di tengahnya. Mau coba peluk pohonnya? Hmmm.. kayak meluk gajah, gaez :D Yang pasti epic banget dah, kudu dicobain sendiri ke sini. 1 jam lebih 3menit, kami tiba di pos 6, pada 2198 mdpl.

Oke, perjalanan terakhir hari ini: menuju pos 7. Track nya lebih seru lagi... hutannya masih asri abizz... pohon besar-besar makin banyak, juga berry hitam di tepian track. 42 menit dari pos 6, kita bisa melihat hutan lumut, yess.. Lalu 3 menit kemudian kita bisa break di tanah lapang dengan pembatas karung-karung berisi tanah, sepertinya karung-karung tersebut sengaja diletakkan di tepian dataran untuk menahan supaya tanah tidak longsor. 13 menit dari dataran tersebut ada tanah datar lagi, kali ini pada tepian 2 pohon cukup besar, dan di depannya banyak tumbuh banyak arbey merah berduri. Anggap saja ini pos 7 bayangan yang ke-2, hihihi... 20 menit kemudian, kita bisa menjumpai bunga-bunga kuning cantik dan bunga merah seperti puring. Setelah itu, tanjakan curam dan dalam 5 menit kita tiba di pos 7, yayyy!!

Pos 7 belum ramai waktu itu, hanya ada 2 tenda kecil di dataran atas pondok rasta, dan 1 tenda di depan podok rasta. Air-air dari para porter air -yang berpapasan dengan kami di jalan tadi- diletakkan di bagian bawah pondok. Maka kami mulai mendirikan beberapa tenda di depan pondok rasta dan 2 tenda guide & porter di belakgan pondok. Sore itu, sekitar pukul 5, Romo Sabas bersama Pak Handoko dan anaknya tiba juga di pos ini. Maka dibangun 1 tenda lagi dengan flysheet di belakang pondok, sekaligus untuk tempat memasak. Malam itu kami makan kenyang, lalu segera tidur cepat karena malam nanti pukul 11 kami harus bersiap untuk summit attack.

Belum pukul 11 waktu itu, namun Romo Sabas dan Frater Brams sudah bergantian patroli membangunkan kami. Malas sekali rasanya sebab ternyata kami tidak bisa tidur. Yaa, gimana mau bisa tidur, malam itu ternyata banyak pendaki yang baru datang dan ribut di sekitar tenda kami. Semua mau mendirikan tenda di dataran depan pondok rasta, waduhh.. mana dari pembicaraannya banyak yang nampak sok bossy, main perintah sana sini dan minta fasilitas ini itu, sampai-sampai semua keril maunya dimasukkan juga ke dalam tenda, hadehhh... Ribut banget, asli. Akhirnya Bang Manol menegeur keras guide yang membawa tamu super manja ini, saking ributnya, sebab mengganggu para pendaki dan guide lain yang sedang istirahat untuk menghimpun tenaga sebelum summit attack tengah malam.

Kembali ke laptop :D Kami beringsut keluar dari tenda bak kucing melangkah malas dari tidurnya. Bang Manol dan teman-teman sudah menyiapkan makan tengah malam untuk kami: nasi putih, mie goreng instan, dan sambel. Mau gak mau harus mau makan, daripada pingsan selama perjalanan summit nanti. Bu Isti yang kasihan sebab sedang tak enak badan sehingga nasi tak bisa masuk, maka kami minta segalas air panas untuk membuat sejenis energen untuk Bu Isti.

Setelah briefing dan berdoa bersama, kami final check perlengkapan yang harus dibawa muncak. Rombongan berangkat mulai dari guide pioneer, diikuti Pak Hand dan anaknya, lalu rombongan keluarga mbak Rika dan cewek-cewek, di akhir Frater Brams dan guide sweeper.
Medan yang kami lalui kali ini melipir tepi jurang, dengan pohon-pohon cantigi khas pegunungan yang kokoh di sisi kiri atau kanan. Hati-hati dan pelan-pelan karena jalan sempit dan miring. Tanah sudah mulai tipis dan mulai banyak batu. Aku tak ingat jelas di mana pos 8, namun aku ingat di pertengahan, di antara relung-relung jalur air yang dalam dan pohon cantigi, Ndaru -anak sulung mbak Rika- minta turun kembali ke camp. Mau tak mau, Pak Indra -suami mbak Rika- mendampingi. Jadi rombongan kami berkurang 2 orang.
Tiba di pos 9, di dataran sempit yang sudah di penghujung batas vegetasi hutan kayu, Mas Uchoy dan Mas Kenyem yang sejak tadi menggendong keril besar, mengeluarkan perlengkapan mereka: tali webbing dan karabiner. Masing-masing dari kami dipasangi tali webbing dengan karabinernya.

Hari ke-4:
Kami tiba di pos 9, pos terakhir sebelum tali temali diikatkan. Pos 9 tidak begitu luas, maka tidak ada tenda pula yang didirikan di sini waktu itu, tapi sampah dan bekas kotoran manusia banyak beud.. hati-hati kalau melangkah, salah-salah bisa menginjak ranjau kaak salah satu dari kami, euhhh -.-
Di sini udara dingin cepat sekali menyergap, jelas saja, karena sedikit saja di atas pos 9 sudah terbuka, vegetasi pohon habis. Abang-abang porter memberikan kaos tangan plastik untuk mengatasi dingin yang menyengat ini dan memang bermanfaat. Selain itu, tali-temali mulai dipakai di sini, untuk setiap kami yang akan ke puncak.
Untuk menuju ke Puncak Bendera sudah tinggal 10 menit, jalannya naik hanya sekali saja ketika keluar dari pos 9, selanjutnya datar dengan menanjak tipis-tipis. Puncak Bendera berupa dataran yang tak begitu luas, dengan batu-batu labil di sekitarnya. Sunrise sudah muncul di sini, maka kami berfoto bersama sang mentari dahulu.
Lepas Puncak Bendera, kita mulai merangkak turun menuju Jalan Syaitonirojin, brrr... kiri-kanan jurang, kakak... syeremm... mana tanah yang diinjak tidak padat melainkan pasir halus yang gampang tergeser. Ya sudah kami berjalan pelan-pelan saja. Sampai di ujung Jembatan Syaitonirojin, barulah tali-temali digunakan: extreme 1. Di sini kami dibekali karabiner jepit untuk menjepit tali yang mengamankan kami sampai di dataran atas tebing. Jantungku berdegup kencang, untung nggak sampai putus, fiuhhh... pucat deh..
extreme 1

Di atas, batuannya tidak datar sih, tapi tidak lagi se-ekstreem saat tali digunakan untuk naik tadi. Kami lanjut perlahan pada lanjutan Syaitonirojin, dan sampai di ujung ektreem berikutnya. Kali ini repelling turun, alamakkk... mana di ujung akhir repelling langsung jurang kiri track T.T
Kami tidak dibekali karabiner jepit lagi tapi diikat langsung pada karabiner yang sudah menggantung pada tali temali kami, kontrol kecepatan turunnya manual dari kecepatan kami mengulur atau menarik tali.
extreme 2: di ujung tali jurang 

Setelah extreme 2, trek turun menuju jalur batu yang naik terus melewati batu-batu besar yang runcing. Ya, sebelum sampai di susunan batu, kita harus "menyeberang" lewat bawah atau meloncat / melipir tebing batu. Aku pilih lewat bawah.
Selanjutnya, yakk.. selamat mendaki batu, batu,batu, dan batuuu... Tujuan akhirnya di kawasan Puncak Tusuk Gigi. Sudah pukul 9 lewat waktu itu, maka memang diputuskan untuk skip Puncak 17 dan langsung menuju Puncak Tusuk Gigi saja. Ya, puncaknya sih sudah kelihatan pas di atas situ, tapi kok ya nggak nyampe-nyampe yaa.. Mana ada pula yang jalur masuk ke bawah batu, lalu lanjutan jalurnya di atas batu itu. Iya, itu batu yang ada benderanya. Memang di sini bendera seperti itu ditancapkan sebagai penanda jalur, supaya kita tidak melipir terlalu jauh dari jalur.
Oke, sampailah kita di tanjakan terakir sebelum masuk gua, merangkak di dalamnya, lalu menengok ke kiri dan voilaaa.. Tusuk Gigi :) :)

Belum.. belum bisa berhenti, maka kami lanjut masuk lorong batu lalu memanjat naik pada ceruk untuk mencapai dataran di atas, menuju Puncak Sejati, yayyy....


Perjalanan pulang belum bisa tenang sampai di puncak bendera, kawan, karena kita masih harus:

  1. menuruni batu-batu runcing dan sangat butuh konsentrasi tinggi
  2. menaiki extreme 2 dengan tali tanpa carabiner
  3. menuruni extreme 1 dengan carabiner (dan asli ini jauh lebih serem daripada waktu turun yang extreme 2, gaez -.-)
Lepas dari 3 hal itu, legaaaa...
Tinggal bersantai di pos 7 lagi atau langsung berkemas turun.

Oiya, kalau ada yang tanya tentang biaya, kami waktu itu ambil paket full karena tidak mau beresiko dengan guide dan perlengkapan climbing. Guide yang baik, dengan pioneer dan sweeper yang benar-benar bertanggung jawab adalah hal utama yang harus kami dapatkan, karena rombongan kami sangat mengutamakan safety. Maka, kami menghubungi teman dekat ketua rombongan kami, Romo Sabas, yaitu Mas Manol. Paket lengkap kami berbayar 1.2juta / orang, tapi kami sudah bisa bernafas lega.
Diantar-jemput ojek dari Stasiun Kalibaru, dapat 2x makan di basecamp, tenda, helm, perlengkapan repelling, porter air, makan selama pendakian (kecuali tambahan makan dan minum di luar yang seharusnya), dan guide-porter.
Keamanan itu no 1, gaex, mengingat seorang teman pernah bercerita kalau saat repelling malah ditinggalkan oleh guide. Nah, horor banget kan itu.. akhirnya ya dia harus balik ke puncak bendera, daripada mengambil resiko jatuh ke jurang kan..
Jadi, mahal dikit ngga apa-apa lah, toh nyawa nggak bisa dibeli kan...

Soo...

  1. Stay safe. Lengkapi peralatan pendakian & mountaineering saat ke Raung. Jika tidak lengkap atau Anda tertinggal oleh guide, tetap tinggal di tempat yang paling aman, atau kembali ke pos terdekat yang aman dari jurang.
  2. Sopan selama perjalanan, kepada hutan dan para penghuninya, juga kepada pendaki-guide-porter mana pun
  3. Jangan mengambil apa pun selain gambar
  4. Jangan meninggalkan apapun selain jejak, bawa turun sampah sekecil apapun
  5. Jangan membunuh apapun selain waktu 

Salam lestari, salam 1 bumi 1 hati :)

Comments