Gapura Jedong |
Dari candi Jedong, kita bisa melipir ke Desa Genting untuk mulai pendakian ke candi-candi dalam situs Jedong.
Tidak ada basecamp pendakian di sini, kita bisa menitipkan motor kepada warga.
Jalur menuju Candi-candi diawali dengan jalan kampung melewati belakang rumah warga dan kandang ternak, lalu baru masuk ke ladang dan hutan. Karakter jalur ini seperti jalur menuju ke Candi Wayang, namun masih lebih landai jalur ini. Banyak cabang menuju ladang penduduk, silakan menggunakan insting untuk memperkitakan jalur yang benar :D Dengan jalan super santai, 25 menit dari awal trekking, kita akan sampai pada kompleks batu-batu -yang menurutku pribadi sebenarnya sangat mungkin juga menyimpan situs bernilai sejarah- pada dataran tertinggi dari hutan ini, sehingga seperti semacam "puncak" bukit. Angin semilir bertiup dan teduh pepohonan membuat tempat ini bisa dijadikan tempat break yang nyaman :)
Jalur selanjutnya masih setapak menuju atas. Ada beberapa percabangan namun pada akhirnya bertemu pada jalur yang sama.
Break berikutnya di pertemuan 2 jalur, sudah bisa melihat Ngoro Industri dari sini, dan puncak Bekel nampak di sisi kiri. Perjalanan kami mengarah ke selatan. Motor warga setempat masih bisa lewat sini, nampak dari bekas roda pada tanah. Mungkin mereka berburu burung kecil, lebah liar (karena banyak juga pohon randu kapuk tumbuh di sini, serta buah-buahan seperti nangka. Kami sempah menjumpai beberapa pohon nangka yang buahnya bergelantungan besar-besar dan sudah matang. Beberapa bahkan sudah habis dmakan codot, nama jawa untuk spesies kelelawar pemakan buah.
3 jam berjalan, dengan sangat santai dan sering sekali break, kami akhirnya tiba pada candi pertama: Candi Penanggungan. Susunan batu-batunya masih tak beraturan, bubrah, sangat disayangkan. Di depan susunan batu ini, nampak 8 umpak di tanah datar depan candi. Umpak adalah semacam batu alas tiang kayu, pada arsitektur kuno. Umpak semacam ini biasa dipakai pada arsitektur Jawa, dan masih bisa dijumpai pada rumah-rumah model joglo di daerah Jogja dan sekitarnya.
Umpak di depan candi ini sendiri membentuk susunan persegi panjang, sepanjang sekitar 10 meter dan lebar sekitar 2-3 meter. Diperkirakan, umpak ini adalah umpak sisa bangunan pendopo depan candi.
Di samping umpak 8, nampak jalur turun sempit dengan kiri-kanan dipenuhi sisa-sisa batu candi, menuju ke sebuah tanah datar di bawah candi. Tanah datar tersebut cukup luas, bisa untuk mendirikan sekitar 4-5 tenda kapasitas 4 orang. di sisi depan tanah datar, tampak bekas jalan setapak pada tepian jurang. Kalau menurutku, tanah datar ini adalah pelataran teras bawah, sedangkan jalan sempit dengan batu kiri kanan adalah tangga menuju pintu utama candi.
Candi berikutnya berada di atas Candi Penanggungan, seharusnya tidak jauh sih.. seperti jalur Kedungudi, Jolotundo, maupun Kendalisodo.
Maka kami mulai berjalan melipir ke kanan Candi Penanggungan, melewati hutan yang sekarang lebih banyak duri-duri, masuk ke vegetasi lebat dengan tumbuhan berry rapat di kiri kanan jalur, dan di beberapa celah nampak di kiri kami sudah puncak Bukit Gajah Mungkur. 35 menit berjalan, kami tiba di tempat yang sedikit lebih terbuka vegatasinya, namun masih penuh tumbuhan berduri. Di sisi bawah tampak jelas Ngoro, sementara di depan kami, menjulang perkasa tebing Bukit Bekel, wonderful ^_^
Break berikutnya di pertemuan 2 jalur, sudah bisa melihat Ngoro Industri dari sini, dan puncak Bekel nampak di sisi kiri. Perjalanan kami mengarah ke selatan. Motor warga setempat masih bisa lewat sini, nampak dari bekas roda pada tanah. Mungkin mereka berburu burung kecil, lebah liar (karena banyak juga pohon randu kapuk tumbuh di sini, serta buah-buahan seperti nangka. Kami sempah menjumpai beberapa pohon nangka yang buahnya bergelantungan besar-besar dan sudah matang. Beberapa bahkan sudah habis dmakan codot, nama jawa untuk spesies kelelawar pemakan buah.
3 jam berjalan, dengan sangat santai dan sering sekali break, kami akhirnya tiba pada candi pertama: Candi Penanggungan. Susunan batu-batunya masih tak beraturan, bubrah, sangat disayangkan. Di depan susunan batu ini, nampak 8 umpak di tanah datar depan candi. Umpak adalah semacam batu alas tiang kayu, pada arsitektur kuno. Umpak semacam ini biasa dipakai pada arsitektur Jawa, dan masih bisa dijumpai pada rumah-rumah model joglo di daerah Jogja dan sekitarnya.
Umpak di depan candi ini sendiri membentuk susunan persegi panjang, sepanjang sekitar 10 meter dan lebar sekitar 2-3 meter. Diperkirakan, umpak ini adalah umpak sisa bangunan pendopo depan candi.
Di samping umpak 8, nampak jalur turun sempit dengan kiri-kanan dipenuhi sisa-sisa batu candi, menuju ke sebuah tanah datar di bawah candi. Tanah datar tersebut cukup luas, bisa untuk mendirikan sekitar 4-5 tenda kapasitas 4 orang. di sisi depan tanah datar, tampak bekas jalan setapak pada tepian jurang. Kalau menurutku, tanah datar ini adalah pelataran teras bawah, sedangkan jalan sempit dengan batu kiri kanan adalah tangga menuju pintu utama candi.
Candi berikutnya berada di atas Candi Penanggungan, seharusnya tidak jauh sih.. seperti jalur Kedungudi, Jolotundo, maupun Kendalisodo.
Maka kami mulai berjalan melipir ke kanan Candi Penanggungan, melewati hutan yang sekarang lebih banyak duri-duri, masuk ke vegetasi lebat dengan tumbuhan berry rapat di kiri kanan jalur, dan di beberapa celah nampak di kiri kami sudah puncak Bukit Gajah Mungkur. 35 menit berjalan, kami tiba di tempat yang sedikit lebih terbuka vegatasinya, namun masih penuh tumbuhan berduri. Di sisi bawah tampak jelas Ngoro, sementara di depan kami, menjulang perkasa tebing Bukit Bekel, wonderful ^_^
10 menit kemudian, kami tiba pada sebuah belokan kecil, di ujungnya tampak sebuah susunan batu menempel pada dinding bukit ini. Oh, bukan, kalau di kiri Bukit Gajah Mungkur dan di depan Bukit Bekel, berarti kami bukan berada di bukit lagi tapi di lereng Gunung Penanggungan itu sendiri! Wow, we're just realize that..
Ya, candi kecil ini menempel pada lereng Gunung Penanggungan. Kecil namun cantik, dan pada pelataran kecilnya tumbuh rumput gajah hijau yang menenangkan, bak permadani untuk kami tidur. yap, panas siang itu dan perjalanan yang cukup lama membuat kami mulai ngantuk. Candi kecil ini tak bernama, tak ada papan atau plakat nama yang tertera pada sisi mana pun dari candi ini. Di sisi belakang candi, puncak Gunung Penanggungan menyembul malu-malu, di antara dahan-dahan pohon dan langit biru.
candi tak bernama, background Bukit Bekel |
Sudah menjelang sore waktu itu, dan kami belum bertemu candi-candi lain yang terdapat pada peta jalur selain Candi Penanggungan, maka kami putuskan lanjut. Tak lama, 3 menit berjalan naik dari candi kecil tak bernama, kami sudah sampai di pelataran candi yang lain. Candi ini pasti besar dan cukup berpengaruh, sebab terasnya saja seperti teras masuk rumah pejabat: luas dan berpagar. Ini Candi Merak. Benar kata Cak Buang, ketika kami sampai di candi tak bernama dan kami mengira-ngira bahwa candi tersebut adalah Candi Merak, Cak Buang menyangkal sebab katanya Candi Merak seharusnya tak tersembunyi dan bisa dilihat dari pincak Gunung Penanggungan. Ucapannya benar. Dari Candi Merak ini, jangankan dari puncak Gunung Penanggungan, dari Puncak Bukit Bekel pun pasti bisa terlihat. Letaknya benar-benar di lembah antara kedua puncak tersebut. Di tengah-tengah lereng Penanggungan yang menuju puncak, terlihat sebuah candi kecil hitam. Pasti itu Candi Sinta.
Aku makin jatuh cinta pada peninggalan purba ^__^
pelataran Candi Merak |
candi merak. Di kiri adalah Puncak Penanggungan, di kanan adalah Puncak Bekel |
Hamparan rumput yang luas, pemandangan yang memukau di lembah antara 2 puncak (meskipun masih banyak bunga-bunga bulu babi berduri) membuat kami nyamannn... Hati-hati dengan kenyamanan, nanti nggak jadian, tapi cuma berteman #ehhh... bukan itu, wkwkwk... maksudnya hati-hati, waktu yang bergulir tak terasa kalau nyaman, tiba-tiba saja waktu sudah menunjukkan pukul setengah 4 sore, whattt?? Masih ada 4 candi lagi yang belum ketemu padahall...
Maka diputuskan, Anggi dan Ko Eddy menunggu di Candi Merak, sedangkan kami bertiga -Cak Buang, Andres, silvana- lanjut ke candi-candi berikutnya, dengan target waktu pukul 4 sudah harus kembali ke Candi Merak.
Yap, begitulah, setengah berlari, kami bertiga melipir samping Candi Merak, turun ke sungai kering, lalu lewat ilalang yang sudah lebih tinggi daripada tinggi manusia, dan menaiki susunan tangga batu, kami bertemu candi pertama di seberang sungai: Candi Lemari. Candi kecil dengan background lereng Penanggungan, 3 menit dari Candi Merak (kalau berlari).
Candi Lemari |
Melipir sisi kiri Candi Lemari, lalu masuk ke setapak di belakangnya, melewati ilalang tinggi-tinggi lagi, kami bertemu percabangan. Kami ambil jalan lurus dulu, naik susunan batu semacam tangga, dan tiba di Candi Yudha dalam 4 menit.
Candi Yudha, dengan background Puncak Penanggungan |
Tak bisa berlama-lama pada masing-masing dari candi-candi ini karena hari makin sore, tak sampai 3 menit kami sudah langsung beranjak turun. Turun? Ya, kembali ke percabangan tadi, lalu mengambil arah kanan dari jalan naik tadi. Jalan arah kanan di antara ilalang tinggi ini datar, dan mengantar kami menuju Candi Pandawa. Bagian depan Candi Pandawa adalah sungai kering, namun dalam. Menurut perkiraanku, sungai inilah yang berujung ke Desa Genting, jadi kalau mengikuti aliran sungai ini saja, kami seharusnya bisa langsung tiba di Candi Pandawa. Samping kanan candi ini berbatasan dengan Bukit Bekel.
Candi Pandawa, background Bukit Bekel |
Candi berikutnya yang tersisa adalah Candi Naga I, namun dari Candi Pandawa, kami bisa melihat Candi Naga I yang masih jauh di sisi Bukit Bekel, kami harus turun ke jurang antara Lereng Penanggungan tempat kami berada dengan Bukit Bekel, dan pasti tak mungkin kami dapat mencapainya bolak-balik dengan batas jam 4 sudah kembali ke Candi Merak. Maka kami cukupkan pencarian kami hari ini, lain kali, kami akan mengunjungi Candi Naga I lewat jalur lain :)
Tiba di Candi Merak kembali pukul 15.45. Kami masih punya waktu sedikit sebelum pukul 16.00. Kami persiapkan semua hal untuk perjalanan pulang: mantel/ jas hujan (sebab mendung mulai menggantung), headlamp / senter, dan air minum masing-masing minimal 1 botol tanggung. Tak ada sumber air sepanjang jalur ini, maka kami berbagi saja dari air yang masih tersisa pada kami masing-masing.
Perjalanan turun selalu lebih cepat daripada perjalanan naik. Kami mencoba lewat jalur-jalur shortcut, dan ternyata tidak lewat Candi Penanggungan lagi.
Tepat sebelum hari gelap, kami sudah sampai kembali di warung kopi depan Masjid Desa Genting. Puji Tuhan, Syukur kepada Allah... Terima kasih Tuhan untuk perjalanan hari ini, kami makin mencintai Indonesia dan makin mencintai kebesaran Tuhan ^_^
Berikut ringkasan perjalanan kami:
- Desa Genting - Candi Penanggungan: 3 jam (sangat santai dan berulang kali break)
- Candi Penanggungan - Candi tak bernama: 50 menit
- Candi tak bernama - Candi Merak: 3 menit
- Candi Merak - Candi Lemari: 3 menit
- Candi Lemari - Candi Yudha: 4 menit
- Candi Yudha - Candi Pandawa: 3 menit
Comments
Post a Comment
Please enter ur comment here...-.~