Pendakian Gunung Penanggungan via Desa Telogo Kunjorowesi / Watukosek

Ini foto kami ketika acara bersih Gunung Penanggungan via 3 jalur oleh Rinjaniholic tahun 2017 lalu. Waktu itu bersih gunung via jalur Tamiajeng, Jolotundo, dan Watukosek (Bukit Gajah Mungkur).
Jalur Watukosek sendiri sudah dipergunakan sejak lama, terutama untuk diklat Pusdik Brimob Watukosek. Kalau kita naik menuju titik awal pendakian, biasanya kita akan bertemu dengan rombongan siswa Pusdik Brimob yang sedang latihan, minimal lari naik, sepanjang jalan paving menuju titik awal pendakian. Hanya saja, titik awal pendakian diklat agak sedikit berbeda dari titik awal pendakian desa Telogo. Mungkin sekarang dikenal lebih populernya dengan nama jalur Kunjorowesi (karena memang letaknya di Kecamatan Kunjorowesi).
Untuk jalur yang kami lalui saat itu -dan seringkali- kami lewat jalur desa Telogo. Tidak ada basecamp di sini, tapi kita bisa menitipkan kendaraan di rumah warga atau di samping masjid di ujung jalan.
Sekarang jalur ini sudah ada basecamp resminya, atas inisiatif warga, baru beroperasi pada Juli 2020.

Perjalanan diawali dengan jalan kampung dari samping rumah warga, melipir naik kebun alpukat sampai pada percabangan di mana papan petunjuk awal mulai ada. Cukup mengagetkan tanjakannya -bagi yang sudah lama tidak trekking atau latihan- sambutan awal ini akan cukup membuat nafas tersengal-sengal. Tak apa, jalan pelan saja dan istirahat saat nafas sudah tak terkejar memburu :D
Di ujung tanjakan yang bercabang, ambil arah kanan. KIta masuk hutan pinus dan jalanan kini landai, bonuss...
Ikuti jalan setapak saja, sampai vegetasi berubah jadi hutan perdu dengan selingan pohon durian dan kemiri. Jalannya mulai naik-naik, sampai bertemu batu besar di kiri, lalu agak landai. Tak jauh dari sini, Candi Wayang sudah nampak di sisi kanan dengan pelatarannya yang luas. Candi Wayang sendiri dahulu tertimbun tanah sehingga letaknya memang lebih rendah daripada tanah sekitarnya. Yang sangat disayangkan, beberapa relief candi hilang entah ke mana, meninggalkan bekas seperti tercungkil. Di sisi atas belakang Candi Wayang, ada Candi Gajah, Candi Kama IV, Candi Griya, Candi Dharmawangsa, Candi Airlangga, dan yang terbesar adalah Candi Kerajaan.
Di puncak Bukit Gajah Mungkur sendiri, masih ada sisa-sisa candi yang masih belum ditemukan saat itu -menurutku karena masih terkubur dalam tanah- yang besarnya entah seberapa.
Dari Candi Wayang, kalau kita ambil jalan setapak lurus (tidak belok ke kanan masuk candi), kita bisa meneruskan ke puncak Gunung Penanggungan. Masuk ke hutan perdu lagi, jalan licin, dan jangan ditanyakan kemiringannya, hahaha...

Lepas dari hutan perdu, jalur berubah dominasi vegetasi ilalang sampai puncak. Kalau turun, ngesot aja di sepanjang ilalang ini, asikk.. Tapi kalau naik yaaa... apalagi di musim kemarau, lengkap sudah..

Jalur ini dahulu kami sebut jalur Watukosek karena sering dipakai diklat oleh Puskik Brimob Watukosek. Saat bersih gunung, 3 karung penuh sampah berhasil kami angkut dari sepanjang jalur saja, belum termasuk yang di Candi Wayang. Rata-rata adalah sampah kaleng dan botol, sisa sampah dari para peserta diklat, karena jalur ini bisa dibilang tidak dilalui penduduk atau pendaki untuk muncak. Biasanya penduduk hanya datang ke desa Telogo untuk ziarah Candi.

Total waktu tempuh untuk sampai puncak sekitar 5-6 jam, tergantung kecepatan jalan. Di puncak, kita akan tiba di kawah purba Gunung Penanggungan, baru naik ke puncaknya. Tidak ada sumber air sepanjang jalur. Camp area bisa di Candi Wayang atau di Kawah purba di hampir puncak.
Bagaimana? Tertarik lewat jalur ini? Silakan mencoba, hahahahaa...

Comments