Pendakian Gunung Gede via Gunung Putri

 Pendakian Gunung Gede - Pangrango bisa ditempuh lewat 3 jalur:

  • Jalur Cibodas
  • Jalur Selabintana
  • Jalur Gunung Putri

Untuk jalur terfavorit dan paling mudah untuk mencapai kedua puncak adalah Cibodas.

Aku sendiri berkesempatan naik ke sini pada libur cuti bersama Oktober 2020 ini, lewar jalur Gunung Putri.


Pendakian Gunung Gede Pangrango sekarang sudah menggunakan sistem booking online, seperti Gunung Semeru. Untuk website pendaftarannya bisa diakses via link ini: https://www.gedepangrango.org/Booking/
Jadi ketika kita tiba di sana, kita bisa menginap dulu di salah satu basecamp dari banyak basecamp yang tersedia. Tarif per mlam nya bisa dikomunikasikan langsung dengan para pemilik basecamp. 
Esok paginya, baru kita registrasi ulang sambil periksa kesehatan di pos perijinan Gunung Gede Pangrango yang ada. Kita akan di cek tensi, suhu, berat, dan tinggi badan. Pengecekan ini harus dilakukan di pos perijinan oleh petugas kesehatn yang ditunjuk, tidak bisa hanya dengan menunjukkan surat keterangan sehat dari puskesmas / klinik asal kita.

Setelah pengecekan selesai dan semua berkas lengkap, kita diijinkan mulai mendaki. Sekitar 5 menit setelah jalan menanjak dari pos perijinan, kita harus cek ulng semua kelengkapan, barang bawaan, dan briefing di pos berikutnya.

Selanjutnya kita akan memasuki ladang-ladang penduduk, sementara jalur pendakian di sisi kanan ladang. Saat hujan, jalur ini licin karena melulu tanah. Sampai di ujung ladang, kita akan menjumpai sebuah pondok milik Balai Besar Gunung Gede Pangrango. Biasanya para pendaki beristirahat sebentar di situ karena menapaki jalan ladang tadi lumayan juga menanjak tipis-tipis. Kami memilih lanjut, melewati jalan setapak di tengah ladang berikutnya -yang cukup tergenang air saat hujan- lalu melipir ladang lagi. Di ujung ladang, sebuah pipa bocor bisa digunakan untuk membasuh muka sebentar atau mengisi air. Setelah itu, kita mulai menapaki tangga semen yang sebagian sudah rusak. Cukup menguras tenaga di sini karena jarak antar anak-tangga jauh-jauh a_a
Di ujung tanjakan, sebuah tanah lapang dengan penjual minuman dan makanan kecil menanti. Mau break lagi bolehh..

Oke, siap-siap ya setelah ini jalannya naik teruss, kakak.. wkwkwk.. sampai di Pos 1. Di pos 1, kita akan disambut gerbang selamat datang dari semen yang sudah berlumut, dengan bentuk seperti kusen pintu rumah, dan 2 buah gazebo bulat beratap tanpa dinding. Ada sebuah warung juga di sini, tapi saat itu sedang tutup. 

Dann... hujan turun dengan derasnyaa.. membuat kami dan pendaki-pendaki lain terpaksa berhimpit-himpitan berteduh di bawah gazebo sampai hujan agak reda. 

Langit masih putih -mendung tebal- tanda hujan tak akan berhenti dalam waktu dekat ini. Maka kami kenakan jas hujan masing-masing dan mulai menyusur perlahan. Akar-akar pohon mulai menjulur sana-sini di antara jalur. Sebuah bangunan seperti rumah berdiri di tengah jalur, yang ternyata merupakan warung juga. banyak sekali warung sepanjang jalur pendakian ini. Dijamin nggak akan kelaparan dehh
Tak lama kemudian, kami tiba di pos 2. Hanya ada 1 gazebo beratap bulat di sini dan sebuah warung di seberangnya. Tak begitu luas, banyak pendaki malah membuat flysheet masing-masing di sekitar warung.

Lanjut lagi, kali ini yang paling jauh jarak tempuhnya yaitu menuju pos 3. Hujan sudah mulai berkurang berganti rintik-rintik kecil. Jas hujan kami buka karena gerah juga memakainya kala humidity tinggi begini.
Kami tiba di pos 3 sekitar 1 jam kemudian. Hanya sebuah gazebo beratap melingkar, tapi areanya datar dan luas. Sekitar 3 warung buka di sini, ditambah banyak pula pendaki yang membuka flysheet dan menyalakan kompor masing-masing.. 
salah satu warung di pos 3

Dari pos 3, jalanan lebih menanjak lagi. Meskipun infonya, jarak tempuh ke pos 4 tidak lebih jauh daripada jarak ke pos 2, ternyata lebih menguras tenaga. Berulang kali kami break lama, menunggu tim lengkap baru berjalan naik lagi. Akar-akar pohon juga semakin memenuhi jalur pendakian, eh, bukan ding.. jalur pendakian yang makin banyak menyerobot akar-akar pohon. Hujan mulai turun lagi. Maka pada perhentian terakhir sebelum pos 4, kami kenakan jas hujan kembali, dan membagi kelompok menjadi 2 karena berharap yang sampai lebih dulu di Surya Kencana bisa menyiapkan tenda sehingga yang sudah capai di belakang bisa langsung istirahat di tenda.
So.. aku bersama seorang teman berangkat duluan.  



Sampai di pos 4 kami tidak berhenti. Lokasi pos 4 sempit dan sebuah warung bertutupkan terpal pada teras depannya sangat penuh dengan para pendaki yang berteduh maupun membeli makanan dan minuman hangat. Yup, hujan ini membuat kami kedinginan dan lapar. Jalanan juga becek karena murni tanah. Kami memilih langsung lanjut ke pos 5 tanpa berhenti di pos 4. Melewati teras depan warung, yang merupakan jalur menuju pos 5, lalu memasuki jalanan berbatu makadam menuju pos 5. 
Tatanan batu dari pos 4 sampai pos 5 masih bagus, tampak sedikit bagian saja yang rusak namun struktur utamanya masih ada. Sebagian besar datar, dan 10-20% nya menanjak. Yah menanjaknya cukup tinggi, meskipun tidak sekejam tanjakan dari pos 3 ke pos 4 yang tajam dan tanah+akar melulu.
Tak lama, kami tiba di pos 5. Di depan penanda pos 5, warung-warung berjajar dengan meja lapak masing-masing, berkotak-kotak seperti sketzel -namun ini dibatasi dengan terpal atau banner bekas- antar warungnya. Ada mie instant, air, gorengan, dan minuman-minuman hangat dijual di sini. Harganya ya cukup mahal, tapi cukup bisa dimaklumi karena pasti menguras tenaga -atau menguras dompet kalau pakai jasa porter- mengangkutnya sampai di sini. 


Pos 5 ini tak lain dan tak bukan adalah Surya Kencana

masak-masak di tenda di Savana Surya Kencana

savana Surya Kencana

Sebenarnya, sepanjang sisi kiri-kanan jalan utama di Surya Kencana ini, banyak tumbuh pohon-pohon Edelweis, tapi entah mengapa tak satupun dari pohon-pohon itu yang aku foto. 
Mungkin efek otak yang kedinginan atau saking terpesonanya? hahaha.. entahlah

sumber air di Surya Kencana

Dari tempat kami camp -di dekat warung-warung pertama saat kita masuk savana- ternyata masih jauh dari sumber air, sekitar 45 menit perjalanan. Landai sih, tapi jauh juga. Yang menyeramkan saat kabut pekat turun. Jarak pandang jadi sangat terbatas dan mengembun pada bagian dalam kacamata. Aku sampai harus melepas kacamata saat kembali dari mengambil air di sumber sore itu, dan akibatnya, nggak kelihatan jalan pulangnya. Iya, maklumlah, minusku kan lebih dari 3. Feeling aja ngikutin jalan tanah, dan posisi tenda bisa salah masuk tenda orang kalau kita ngga ingat betul :D Beruntung, seorang teman menyusul aku sore itu sehingga aku gak harus mengalami kejadian memalukan salah masuk tenda orang wkwkwkkw
Muncak sore itu tidak lagi memungkinkan, lebi baik ditunda esok saat kabut sudah mereda.

Esoknya, pukul 5 pagi -tepat seperti kata teman yang sudah langgangan ke Surken- seorang bapak penjual nasi bungkus keliling sepanjang Surken sambil menawarkan dagangan nasi bungkusnya. Harganya 10,000 sebungkus, sama sekali nggak mahal dibandingkan perjuangan mencapai tempat ini, subuh-subuh pula. 
Rencana awalnya kami berangkat muncak waktu subuh, supata bisa terkejar 2 puncak sekaligus. Kenyataannya? Kabut masih teball, otomatis dinginnya masih nggak ketulungan ditambah jarak pandang sangat terbatas yang membahayakan. Ditunda lagi deh..
Dan akhirnya kami baru mulai muncak sekitar pukul 9, wkwkkwkw...
Jalannya lurusss seperti waktu ambil air ke sumber kemarin, hanya saja waktu sampai di hampir sumber, ketika kita ketemu plakat penunjuk arah ini, kita ambil arah ke kanan.. yap, arahnya ke atas. Masih banyak warung-warung juga di sini, dan banyak banget tenda yang didirikian di sekitarnya. Masuk akal sihm karena lebih strategis: dekat dengan sumber air dan dekat ke arah puncak. 

plakat arah pertemuan ketiga jalur

Baru berjalan sedikit menanjak, hujan mengguyur deras. Kami bawa jas hujan sih, tapi jalan dalam derasnya hujan jelas nggak enak. Maka kami putuskan berteduh dulu bersama para pendaki lain di sebuah warung. 
Ketika hujan mulai reda, kami lanjutkan perjalanan. Hmm.. kali ini tanjakannya tanpa bonus, gaez, ampunn.. Untungnya nggak lintas jalur sehingga nggak perlu bawa keril ke sini, hahaha...
Napasku ngos-ngosan, gilak, butuh latihan lebih ini biar nggak ngap gini. 
Medannya berupa batu-batu besar yang tertata rapi seperti medan dari pos 4 ke pos 5. Gak mbayangin kan yang nata batu sepanjang ini di tempat setinggi ini, duhh..
1jam dari awal perjalanan baru sampai puncak, kebanyakan berhentinya ini aku, hadehh... 
Di puncak juga masih ada warung sih, kalau gak salah hitung ada 3. 
Banyak trail runner yang menyerbu warung, sekaligus berteduh karena hujan rintik-rintik mulai turun lagi. 
Puncak Gunung Gede ini dibatasi dengan teralis pada tepian jurangnya sebagai pengaman agar pengunjung tak terjatuh ke jurang. 
Kami mengambil foto sejenak pada tugu penanda puncak, lalu mulai melangkah turun lagi. 

Puncak Pangrango masih menjadi PR bagiku, lain waktu aku akan ke sini lagi, mungkin lewt jalur Cibodas. Semoga..
pemandangan pagi dari basecamp

pemandangan pagi dari basecamp





Comments