Saman by Ayu Utami



Tau buku ini pertama dari cerita guru fisika pas kelas 2 SMA, hahahahaa.. Guru fisika ku ini memang emejing, kalo ulangan open book tapi soalnya yang ada di buku cuma 1 aja, lainnya logika. Nyeleneh tapi nyenengin, ya sampe cerita tentang novel ini juga di dalam kelas. Nanti di tulisan lain aku cerita deh tentang guruku ini :D

Saman adalah dwilogi novel hasil adaptasi dari sayembara Roman Dewan Kesenian Jakarta 1998 yang dimuat dalam bentuk cerita bersambung (cerbung) di majalah Femina di jaman Orde Baru. Judul asli cerbung nya "Laila Tak Mampir ke New York", dan menjadi pemenang sayembara kali itu. Ketika diadaptasi dalam bentuk novel, ceritanya dibagi dalam 2 novel yaitu Saman dan Larung. Novel Saman sendiri sudah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa asing selain bahasa Indonesia. 

Bagi yang tidak biasa membaca novel, jelas membaca Saman langsung bikin pusing. Diksinya cukup susah, sejenis dengan diksi pada majalah Tempo atau majalah Basis. Bisa dipahami karena Ayu Utami adalah seorang lulusan jurusan sastra -meskipun bukan Sastra Indonesia- Rusia Universitas Indonesia. Pergaulannya di Komunitas Utan Ayu Salihara jelas juga sangat mempengaruhi pilihan materi dan ketajaman bahasanya. Selain dihajar oleh diksi yang kelas berat, pembaca juga dipaksa berpikir keras dengan permainan alur maju mundur yang ditandai dengan tempat dan tanggal di mana setting itu dibuat. Uniknya lagi, tiap setting dibuat oleh tiap tokoh, dengan model penuturan orang pertama, seperti buku harian. Jadi, jelas pembaca akan membolak-balik buku dan mencocokkan waktu dan tempat dari setiap tokoh dan penggalan cerita di dalamnya. 

Bagiku, yang kala itu masih SMA, novel ini sunggguh out of the box. Belum pernah ada penulis Indonesia lain yang membuat permainan dan novel macam ini, ini benar-benar yang pertama. Ditambah pula keberaniannya mengangkat tema berlatar kekerasan dalam kesunyian yang dilakukan pemerintah Orde Baru kala itu, sangat patut diberi standing applause. Efeknya, aku jadi malas membaca penulis novel lain yang nakalnya di bawah standard Ayu Utami, hahaha... Oh iya, kenalan dan keberanian lain juga dia tunjukkan dalam pengambilan tokoh yang menyangkut agama Katolik yang terlibat dalam affair dan dia tuliskan dengan menghubungkannya dengan Kitab Suci, benar-benar sangat menggelitik. 

Jadi, Saman sendiri adalah nama samaran dari seorang frater (calon pastor Katolik) bernama Wisanggeni. Frater ini mendapat tugas pendampingan kepada para petani karet di daerah Perabumulih, dekat dengan tempat kelahirannya dahulu. Frater Wis banyak mengalami pergolakan batin dalam pendampingannya ini karena adanya Upi -yang mengalami keterbelakangan mental dan dipasung oleh keluarganya sendiri karena bisa menggila sewaktu-waktu- dan keluarganya yang merupakan aktivis yang memperjuangkan nasib dan tanah para petani di desanya. Perkampungan mereka akhirnya dibakar dan para aktivisnya dipenjarakan, termasuk Frater Wis. Ketika akhirnya mereka bisa lolos dari penjara, Frater Wis harus berganti identitas dan membuang semua identitas lamanya supaya tidak membahayakan semua yang pernah terhubung dengannya. Nama baru yang dipilihnya adalah Saman. 

Di lain tempat, seorang pegiat HAM di komunitas internasional bernama Yasmin, mendapat info bahwa ada seorang Indonesia yang perlu dilarikan. Dia mengatur pelarian ini dan akhirnya berjumpa dengan Saman. Yasmin adalah istri dari Lukas, seorang aktivis gereja. Pernikahan mereka selama ini lancar dan harmonis. Pertemuan dengan Saman membawa cerita baru bagi Yasmin. 

Dalam pertemanan gang mereka, Yasmin adalah sosok yang paling sempurna: cantik, pintar, karir dan perkawinan cemerlang. Para sahabatnya tak ada yang se-sempurna Yasmin. Laila -yang namanya dipakai dalam judul cerbung- adalah seorang gadis yang salah jatuh cinta dengan suami orang dan tak bisa lepas dari keterikatan hatinya. Cok, adalah seorang perempuan "binal" -disebut demikian oleh orang karena sudah menyerahkan keperawanannya sejak SMP-, yang sudah berulangkali berganti pasangan. Shakuntala adalah penari yang kemudian menjadi seorang lesbian. 

Buku ini ditutup dengan fragmen keintiman Saman dengan Yasmin dan surat-menyurat mereka -kala itu masih belum era digital- yang membahas sex dalam Kitab Suci.

Comments