Sudah lama
sebenarnya ingin menulis ini, sejak teman-temanku yang terlambat meminta form
A5 pada akhirnya jadi kehilangan hak suaranya hanya karena alasan-alasan teknis
yang sepele.
Ada sedikit
dugaan di otakku bahwa semua ini adalah factor yang sengaja dibuat oleh
pihak-pihak tertentu untuk mempersulit seseorang menggunakan hak suaranya atau
dengan kata lain, mempermudah hak suara untuk digolputkan, atau dipakai untuk
kepentingan-kepentingan lain yang menguntungkan pihak-pihak tertentu meskipun
tentu saja itu berarti melanggar UU.
Dalam tulisanku
terdahulu Nyoblos di Kota Lain, seorang ibu yang
menerimaku di KPU Kota menyarankan untuk memberitahukan kepada teman-teman
bahwa pengurusan form A5 bisa dilakukan sampai tanggal 6 April. Buktinya?
4 April 2014 seorang
teman mendatangi KPU Kota dengan maksud mengurus form A5 dengan modal KTP & fotocopynya, karena sudah membaca
tulisan di blogku tersebut. Dia ditolak. Ada juga yang menyarankan dia untuk
bertanya langsung ke lantai 2 dari pintu belakang. Jawaban dari PIC di ruangan
itu sama, sudah tidak bisa mengurus form A5 karena batas terakhirnya tanggal 30
Maret 2014. What?? Ada beberapa kejanggalan di sini. 1. Berbeda dengan yang
disampaikan oleh Ibu yang menerimaku di ruangan di balik pintu kaca pada
tanggal 27 Maret 2014 lalu. 2. Tanggal 30 Maret 2014 adalah hari minggu dan itu
berarti KPU Kota libur. Apa benar penetapan tanggal tersebut? Apa benar kalau
ada warga yang datang ke KPU Kota pada tanggal tersebut akan dilayani
permintaan form A5-nya?
5 April 2014 dengan
pertimbangan memperkuat posisi form A5 dan memperjelas kejelasan nasib TPS
tempat memilih nanti, aku ke KPU Kota Surabaya sekali lagi. Kali ini membawa
surat keterangan dari tempat kerja & berkas-berkas milik seorang teman,
siapa tau masih bisa. Tiba di KPU Kota, aku menemui security, kali ini ada
security perempuan, seorang resepsionis perempuan, dan seorang security
laki-laki. Sama dengan teman yang kemarin ke sini, aku disarankan langsung ke
ruang teknis di lantai 2 belakang, meskipun alasanku berbeda: melengkapi
berkas. Di ruang teknis, aku menunggu cukup lama. Bau rokok dan ada yang
merokok memang, meskipun di situ ruang AC dan ada tulisan “Dilarang Merokok”.
Beberapa petugas perempuan menulis dan merekap berkas-berkas di lantai,
beberapa menghitung di kursi, namun ada juga yang menganggur (dan hampir selalu
ada yang seperti ini, di saat teman-temannya bekerja :D ). Jumat kala itu, 2
orang petugas siap mengantar berkas ke wilayah Rungkut, dan menunggu berkas
lain yang mungkin harus dibawa sekaligus. Aku menunggu Ibu Yulyani, coordinator bagian teknis di KPU Kota
Surabaya. Setelah sekitar 15 menit berdiri menunggu, aku akhirnya baru bisa
menyerahkan berkasku kepada Ibu tersebut. Dia mengatakan kalau berkas untuk
Kecamatan Mulyorejo sudah didistribusikan kemarin, bisa dicek ke kelurahan dan
namaku sudah tercantum di sana, jadi berkas pelengkapku ini akan disimpan saja
di KPU Kota. Yess!! Aku ga perlu mudik meski toh hari ini aku tak menyerahkan
surat keterangan kerja.
Iseng, namun
dengan niat (artinya bukan iseng :D), aku Tanya bagaimana teman-teman yang
belum daftar A5? Mereka, dan ibu coordinator itu, mengatakan kalau tidak ada
jalan. Aku Tanya, kalau seperti waktu pemilihan kepala daerah yang lalu, bisa
nyoblos di tempat lain dengan mem-fax surat panggilan yang diterima di rumah
apa bisa? Jawabannya: tidak bisa, pilkada beda dengan pileg. “Lalu gimana
solusinya, bu?” “Ya nggak ada, nyoblos aja di kota asalnya.” “Tapi di Koran
& di iklan-iklan TV dibilang bisa nyoblos hanya dengan bawa KTP?” “Bisa, tapi
di tempat yang sesuai alamat KTP.””Lho, berarti iklannya bohong dong, bu, kayak
iklan provider yang bilang gratis pulsa tapi banyak syarat dan ketentuan yang
berlaku?” “Iya.” What?? Santai sekali ibu ini menjawab pertanyaanku itu, seolah
memang kebohongan iklan itu memang sengaja, pembohongan dalam iklan layanan
masyarakat tentang pemilu.
Hari H
pelaksanaan. Pukul 11.45 aku menuju TPS yang ditunjuk dengan membawa form C6.
Kabar yang aku dengar dari radio dan media massa lain, pemilih dari luar bisa
memilih di atas pukul 12.00, tepatnya pukul 12.00 – 13.00. Petugas penerima
form C6 mengatakan untuk menunggu karena aku baru bisa memilih di atas pukul
12.00 seperti berita, tapi ketua TPS mengatakan kalau pemilih semacam aku, yang
menggunakan form A5 untuk mendapatkan form C6, bisa memilh pada jam regular
seperti pemilih lain, pemilih dengan KTP luar yang baru bisa di atas pukul
12.00. Wah, berarti ada peluang bagi kedua teman kosku yang tidak mudik untuk
tetap menyalurkan suaranya. Mereka mencoba, di 2 TPS malah, dan jawaban yang
didapat sama: Tidak bisa! Sangat aneh, karena di Malang, dengan bermodal KTP,
para mahasiswa yang belum mengurus A5 pun bisa tetap memilih. Usut punya usut,
para mahasiswa Malang sempat mendesak Panwaslu Kota untuk mengeluarkan surat edaran,
mendesak KPU Kota untuk membuat ijin memillih dengan KTP pun bisa.
Oke, guys, ini
alasan pertama orang bisa jadi golput meski sebenarnya sangat ingin bersuara.
Ada pembohongan dalam iklan yang disampaikan sehingga banyak yang tertipu dan
terjebak syarat dan ketentuan yang berbelit.
Alasan kedua:
terlalu banyak nama. Ya, bayangkan saja, dalam 1 kali pemilihan, kita harus
mencoblos 4 lembar kartu suara. 3 kartu suara berisi 12 partai dengan
masing-masing partai mengusung kisaran 11 nama calon. Belum lagi sekian banyak
Dapil yang membuat masyarakat bingung, belum memilih calonnya, baru mengenali
saya masuk dapil mana saja sudah bingung, apalagi memilih calonnya. Ini baru
tentang 3 kartu suara, yaitu kartu suara DPR RI, DPRD tingkat I (Provinsi), dan
DPRD II (Kota). Masih ada 1 kartu lagi, yang paling besar sampai-sampai keluar
dari kotak bilik pemilihan saat dibuka penuh, yang berisi nama dan foto 48
calon anggota DPD. Para orang tua yang awam pastilah sudah menyerah saja,
paling banter mereka hanya pilih
partainya. Para orang tua yang sudah pernah mendapat sosialisasi, dan para
pemilih pemula yang mendapat sosialisasi dari KPU pun, masih blank dalam hal
nama-nama ini. Para orang muda dan usia menengah, yang notabene sudah bisa
mengakses internet, juga belum tentu bisa mengenali para calon ini satu-persatu
dan merunut track record siapa pilihan mereka nantinya, atau malah mengakses
internet untuk keperluan facebook, sosmed, dan gossip semata? Tak heran bila
banyak artis yang masuk dalam daftar caleg akhirnya goal, bahkan tersangka
kasus korupsi dari Jawa Barat yang namanya sering masuk TV pun goal dalam
pencalonan ini. Bukankah sangat menyedihkan, saudara?
Pengalaman saya,
beberapa orang di sekitar yang berniat memilih dengan cerdas tapi kebingungan
akan segala teknis dalam alasan kedua ini, akan saya berikan informasi. Saya
mencari dan merunut nama-nama dari berbagai sumber di internet untuk berbagai
Dapil yang ditanyakan, lalu menginformasikan peluang yang bisa dipilh. Ya, bisa
dibilang, inilah cara paling efektif dilakukan kemarin.
Tak adakah
sosialisasi mengenai nama-nama dan track recordnya dari KPU, atau kurang
pedulikah masyarakat tentang politik?
Ini adalah 2
dari alasan beberapa orang akhirnya terpaksa golput meskipun sebenranya tak
ingin. Ketika pihak penyenggara berusaha menghalangi dengan berbagai alasan
teknis, sudah selayaknya kita sebagai rakyat bersikap lebih tegas dan cerdas.
Tertipu pada pemilihan legislative yang lalu janganlah terulang lagi pada
pemilhan presiden mendatang. Mari menjadi pemilih cerdas.
Comments
Post a Comment
Please enter ur comment here...-.~